KREATIVITAS DAN INOVASI
DALAM BERWIRAUSAHA
DALAM BERWIRAUSAHA
Kreativitas adalah kemampuan untuk
mencipta/berkreasi. Tidak ada satu pun pernyataan yang dapat diterima secara
umum mengenai mengapa suatu kreasi timbul. Kreativitas sering dianggap terdiri
dari 2 unsur, Pertama: Kefasihan yang ditunjukkan oleh kemampuan
menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Kedua:
Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang
berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah.
Istilah kreativitas digunakan untuk
mengacu pada kemampuan individu yang mengandalkan keunikan dan kemahirannya
untuk menghasilkan gagasan baru dan wawasan segar yang sangat bernilai bagi
individu tersebut. Kreativitas dapat juga dianggap sebagai kemampuan untuk
menjadi seorang pendengar yang baik, yang mendengarkan gagasan yang datang dari
dunia luar dan dari dalam diri sendiri atau dari alam bawah sadar. Oleh karena
itu, kreativitas lebih tepat didefinisikan sebagai suatu pengalaman untuk
mengungkapkan dan mengaktualisasikan identitas individu seseorang secara
terpadu dalam hubungan eratnya dengan diri sendiri, orang lain, dan alam.
MENGAPA MANUSIA BERKREASI?
Para ahli psikologi tidak sependapat
mengenai kebutuhan dan motif dasar yang dimiliki manusia untuk berkreasi.
Meskipun demikian, imbalan dan penghargaan nyata yang dapat diamati dapat
diidentifikasikan sebagai motif manusia untuk berkreasi. Manusia yang menjadi
lebih kreatif akan menjadi lebih terbuka pikirannya terhadap gagasannya sendiri
maupun gagasan orang lain. Sekalipun beberapa pengamat yang memiliki rasa humor
merasa bahwa kebutuhan manusia untuk menciptakan berasal dari keinginan untuk
“hidup diluar kemampuan mereka”, namun penelitian mengungkapkan bahwa manusia
berkreasi adalah karena adanya kebutuhan dasar, seperti: keamanan, cinta, dan
penghargaan. Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan
manfaat dari berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri
yang lebih besar, kegembiraan hidup, dan kemungkinan untuk menunjukkan
kemampuan terbaik mereka.
HAMBATAN UNTUK MENJADI LEBIH KREATIF
Kebiasaan:
Kebiasaan adalah reaksi dan respons
yang telah kita pelajari untuk bertindak secara otomatis tanpa berpikir atau
mengambil keputusan terlebih dahulu. Biasanya sulit dan tidak enak mengubah
suatu kebiasaan, apakah kebiasaan itu baik atau buruk.
Waktu:
Kesibukan merupakan salah satu
alasan orang untuk tidak menjadi kreatif. Di lain pihak, ada orang yang
mempunyai waktu untuk menjadi lebih kreatif dengan mencari waktu dari 24 jam
yang sama yang tersedia bagi setiap orang.
Dibanjiri Masalah:
Sebagian dari kita merasa bahwa kita
berhadapan dengan begitu banyak masalah yang penting dimana kita tidak
mempunyai cukup waktu dan tenaga untuk mengatasi beberapa masalah secara
kreatif. Kita lalu mengabaikan semua masalah dan tidak mau mengolahnya dengan
otak kita.
Tidak Ada Masalah:
Kita adalah makhluk pemecah masalah
yang terus-menerus menghadapi dan memecahkan sejumlah masalah. Jika masalah
kita dipecahkan secara otomatis atau menurut kebiasaan, maka kita tidak akan
pernah mengenal masalah tersebut dan kita merasa bahwa kita tidak akan pernah
mempunyai masalah.
Takut Gagal:
Kegagalan dapat berbentuk
pengasingan, kritik, kehilangan waktu, kehilangan pendapatan, atau kecelakaan.
Akan tetapi, lebih baik gagal daripada tidak pernah mencoba sama sekali.
Kebutuhan akan Sebuah Jawaban
Sekarang:
Manusia tidak mau mengalami
kesulitan karena tidak memilik suatu jawaban langsung. Ketika suatu masalah
dikemukakan, kita secara langsung memberikan sebuah pemecahan. Hanya jika
pemecahan pertama tidak berjalan, barulah kita mau mencoba cara yang lain.
Kegiatan Mental yang Sulit
Diarahkan:
Banyak diantara kita menemukan
kenyataan bahwa mengerahkan tenaga fisik jauh lebih mudah dibandingkan dengan
mengerahkan tenaga mental. Kita biasanya melaksanaan pekerjaan kita selama
periode waktu yang cukup lama dengan hanya sedikit berpikir.
Takut Bersenang-senang:
Bagian proses pemecahan masalah
secara kreatif mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat santai seolah-olah
main-main, tetapi dipikirkan dan dipertimbangkan secara serius. Barangkali
ketidaksempatan kita untuk bersantai pada waktu memecahkan masalah ada
kaitannya dengan besarnya masalah yang kita hadapi atau adanya perasaan tidak
aman yang kita rasakan bila menghadapi suatu masalah.
Kritik Orang Lain:
Secara tak sengaja kreativitas
sering terhambat oleh kritik-kritik orang lain. Bila suatu gagasan baru
diperkenalkan, kebanyakan gagasan tersebut sering dipatahkan dan diobrak-abrik
orang lain. Memang kadangkala hal tersebut penting untuk membantu orang supaya
tetap berpijak pada kenyataan, namun seharusnya kritik-kritik tersebut dapat
menjadi pendorong bagi perbaikan kreativitas Anda sendiri.
BAGAIMANA MEMUNCULKAN GAGASAN
KREATIF?
Kuantitas Gagasan:
Teknik-teknik kreatif dalam berbagai
tingkatan keseluruhannya bersandar pada pengembangan pertama sejumlah gagasan
sebagai suatu cara untuk memperoleh gagasan yang baik dan kreatif.
Kecenderungan manusia untuk mendapatkan gagasan, pemecahan, atau penjelasan
pertama yang muncul dan melekat dalam pikiran merupakan kerugian besar bagi
kreativitas. Jika masalahnya kecil seperti misalnya apa yang dihidangkan untuk
makan siang, maka pendekatannya mungkin tepat. Akan tetapi, bila masalahnya besar
dimana kita ingin mendapatkan pemecahan baru dan orisinal, maka kita
membutuhkan banyak gagasan untuk dipilih.
Teknik Brainstorming:
Teknik brainstorming mungkin
merupakan cara yang terbanyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik pemecahan
kreatif yang tidak banyak dipahami. Banyak orang mempergunakan istilah brainstorming
untuk mengacu pada suatu proses yang menghasilkan suatu gagasan baru, atau
menggunakan istilah tersebut untuk mengacu pada suatu kumpulan proses pemecahan
masalah. Sebenarnya teknik brainstorming adalah kegiatan yang menghasilkan
gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan tersebut
mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang menyimpang liar, dan
berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang
baik dan kreatif. Teknik ini cenderung menghasilkan gagasan baru yang orisinal
untuk menambah jumlah gagasan konvensional yang ada.
Sinektik:
Analogi telah lama digunakan sebagai
salah satu alat bantu bagi proses penyusunan secara kreatif. Sinektik merupakan
suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk
menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam permasalahan. Guna
menghentikan kebiasaan lama serta gagasan usang dan untuk memperkenalkan
suasana rileks ke dalam proses penggalian ide, maka proses sinektik mencoba
membuat yang “asing” menjadi “akrab” dan juga sebaliknya.
Memfokuskan Tujuan:
Dr. Maxwell dalam bukunya Psycho
Cybernetics menguraikan metode untuk mencapai hasil yang diharapkan secara
kreatif. Buku tersebut menguraikan pengalaman membentuk pola reaksi baru yang
otomatis melalui imajinasi. Caranya adalah dengan berbuat seolah-olah apa yang
diinginkan akan terjadi besok, telah terjadi saat ini. Apabila proses itu
dilakukan secara berulang-ulang, maka pikiran Anda akan terpusat ke arah tujuan
yang dimaksud dan melibatkan automatic servo-mechanism Anda. (bsb/dni)
Sumber :
04 November 2008
Semua orang rasanya ingin menjadi
kreatif, atau setidaknya menilai kreativitas sebagai sesuatu yang positif. Di
sisi lain, masih banyak pula pihak yang menentang atau memandang sebelah mata
aktivitas kreatif itu sendiri. Majalah Scientific American Mind Edisi Juni-Juli
2008 menurunkan liputan mengenai diskusi panel para ahli yang membahas mengenai
hal ini, berikut beberapa tips sederhana untuk mengembangkan kreativitas anda.
Menurut Robert Epstein, seorang
penulis buku-buku kreativitas, pendidikan formal adalah salah satu biang keladi
pembatas kreativitas manusia sejak dini. Selain itu, masih kuatnya pandangan negatif orangtua terhadap prospek
pekerjaan di industri kreatif (misalnya film, sastra, atau desain grafis) juga
membuat banyak anak muda merasa kemampuan kreatif hanya pantas didalami oleh
orang-orang tertentu saja.
Padahal, hal
itu tidak benar. Seperti yang ditekankan oleh John Houtz, seorang psikolog,
kreativitas tidak terbatas pada kreativitas besar (big ‘C’) yang sifatnya
mahakarya dan revolusioner, seperti lukisan Da Vinci atau lampu Edison. Ada
pula yang namanya kreativitas kecil (litle ‘c’), yaitu kelihaian atau
kecerdikan yang dapat kita gunakan untuk memecahkan masalah sehari-hari.
Houtz juga
menekankan bahwa kreativitas bukanlah suatu bakat yang dianugerahkan sejak
lahir, melainkan sesuatu yang harus diusahakan dengan kerja keras; Menurutnya, orang-orang
kreatif adalah mereka yang memiliki kedisiplinan untuk terus menciptakan
ide-ide baru dan ketekunan untuk mewujudkan ide-ide mereka.
Lalu bagaimana
kita, yang mungkin merasa tidak begitu kreatif ini, dapat melatih kreativitas
kita? Epstein memberikan empat cara untuk melatih kreativitas anda:
Capturing. Jangan biarkan satupun ide anda lewat begitu saja,
betapapun anda merasa ide itu tidak terlalu istimewa. Jangan terlalu pede untuk
mengatakan ‘saya bisa mengingatnya’; Percayalah, anda akan lupa. Segera catat
ide anda di ponsel, notes, atau apapun yang bisa ditulis di dekat anda begitu
terpikirkan. Siapkan pula alat pencatat atau perekam di samping tempat tidur
anda, karena seringkali ide-ide brilian muncul sesaat sebelum atau sesudah
tidur. Lebih baik lagi jika anda juga meluangkan waktu khusus (kalau bisa di
pagi hari, saat pikiran masih segar) untuk mengumpulkan ide-ide anda.
Surrounding. Ide-ide kreatif tidak muncul begitu saja dari dalam
otak kita, melainkan hasil dari interaksi kita dengan lingkungan. Karena itu,
lingkungan fisik dan sosial anda pun sebisa mungki harus penuh dengan
kreativitas pula. Perbanyaklah pergaulan dengan orang-orang yang latar
belakang, kepribadian, atau minatnya jauh berbeda dengan anda. Ubahlah tata
letak rumah atau kamar anda, cat dindingnya dengan warna baru; Mungkin
terdengar tidak berhubungan, tapi lingkungan yang fresh dan tidak monoton
akan membuat pikiran anda tetap fresh dan dinamis pula.
Challenging. Kreativitas seringkali muncul mendadak saat menghadapi
hambatan atau rintangan. Menantang diri sendiri dengan mencoba menyelesaikan
permasalahan yang sulit bisa membantu mengeluarkan ide-ide kreatif yang selama
ini tidak terpikirkan oleh anda. Bagaimana
konkritnya? Iseng-iseng mengisi sudoku atau TTS di waktu senggang adalah satu
langkah awal yang baik. Jelajahilah bagian kota yang asing bagi anda, biarkan
anda tersesat, dan cobalah cari jalan pulang. Kalau anda masih sekolah atau
kuliah, jangan malas juga untuk membuka-buka buku soal atau studi kasus dan
menyelesaikan bagian tersulitnya. Tidak masalah jika tidak ada yang bisa anda
selesaikan, yang terpenting adalah rangsangan otak yang terus-menerus.
Broadening. Sangat penting bagi seseorang yang kreatif untuk memiliki
wawasan yang luas. Jangan sungkan untuk mempelajari hal-hal baru yang mungkin
tidak berhubungan dengan pekerjaan atau pendidikan anda. Tidak perlulah
mengikuti kursus atau kuliah malam; membaca lebih banyak buku dan majalah,
menonton film dokumenter, atau menjelajahi situs-situs pengetahuan populer
seperti Wikipedia juga bisa anda lakukan untuk mencapainya. Kunjungilah juga
perpustakaan, galeri seni, pertunjukan teater, museum, seminar, pameran,
diskusi buku, atau acara publik lainnya.
Anda juga harus
siap mempertahankan kreativitas anda. Lho, kenapa harus dipertahankan? Seperti
yang sudah disebut di atas, kreativitas adalah sesuatu yang harus diupayakan.
Di sisi lain, cepat atau lambat, sadar atau tidak sadar, masyarakat akan
mencoba untuk mengawasi dan mengatur, kalau perlu menekan, kreativitas anda.
Karena itu, selain empat tips di atas, diskusi panel ini juga memberikan tiga
saran:
Jangan biarkan
kritik menghalangi kreativitas anda. Kritik dapat anda gunakan sebagai masukan untuk memperbaiki ide atau
mengganti satu ide dengan ide yang lain, tapi jangan pernah menganggap kritik
sebagai larangan untuk mengumpulkan atau mengungkapkan ide anda. Criticism
should make you more creative, not less.
Hadapi
ketakutan anda untuk gagal. Orang-orang kreatif adalah mereka yang gagal ratusan kali.
Tapi mereka mengambil pelajaran dari kegagalan itu sebagai peluang untuk
mencoba lagi dengan cara yang berbeda dan mungkin lebih baik. Bahkan menurut
Epstein, kegagalanlah yang secara langsung menyebabkan kita menjadi kreatif.
Jangan ngoyo.
Istirahatlah untuk menemukan kembali kreativitas anda. Banyak karya dan penemuan besar tidak dihasilkan dari
begadang berhari-hari, tapi dari mimpi (literally!) dan keadaan setengah
tidur. Kerja keras dan ketekunan memang penting, tapi jadi sedikit juga gunanya
ketika otak dan mata anda sudah sulit diajak berkompromi.
Dari ketujuh
pedoman esensial yang dijelaskan di atas, dapat kita lihat bahwa meningkatkan
kreativitas bukanlah sesuatu yang sulit atau mahal untuk dilakukan. Sebagian di
antara contoh konkrit yang saya ajukanpun tidak membutuhkan waktu khusus dan
dapat anda lakukan di sela-sela rutinitas keseharian anda. Jadi tunggu apa
lagi? Ajak saudara atau teman-teman anda ikut melakukannya agar anda lebih
temotivasi!
Sumber:
The
Creative Brain – Scientific American Mind – Juni-Juli 2008
04 November 2008

Menjadi wirausaha yang handal tidaklah mudah.
Tetapi tidaklah sesulit yang dibayangkan banyak orang,
karena setiap orang dalam belajar berwirausaha.
Menurut Poppy King, wirausaha muda
dari Australia yang terjun ke bisnis sejak berusia 18 tahun, ada tiga hal yang
selalu dihadapi seorang wirausaha di bidang apapun, yakni: pertama, obstacle
(hambatan); kedua, hardship (kesulitan); ketiga, very rewarding
life (imbalan atau hasil bagi kehidupan yang memukau). Dan saya setuju
sepenuhnya dengan pernyataan itu. Karenanya saya berpendapat bahwa sesungguhnya
kewirausahaan dalam batas tertentu adalah untuk semua orang. Mengapa?
Saya kira cukup banyak alasan untuk
mengatakan hal itu. Pertama, setiap orang memiliki cita-cita, impian, atau
sekurang-kurangnya harapan untuk meningkatkan kualitas hidupnya sebagai
manusia. Hal ini merupakan semacam “intuisi” yang mendorong manusia normal
untuk bekerja dan berusaha. “Intuisi” ini berkaitan dengan salah satu potensi
kemanusiaan, yakni daya imajinasi kreatif.
Karena manusia merupakan
satu-satunya mahluk ciptaan Tuhan yang, antara lain, dianugerahi daya imajinasi
kreatif, maka ia dapat menggunakannya untuk berpikir. Pikiran itu dapat diarahkan
ke masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dengan berpikir, ia dapat mencari
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penting seperti: Dari manakah
aku berasal? Dimanakah aku saat ini? Dan kemanakah aku akan pergi? Serta apakah
yang akan aku wariskan kepada dunia ini?
Menelusuri sejarah pribadi di masa
lalu dapat memberikan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan seseorang.
Didalamnya terdapat sejumlah pengalaman hidup : hambatan dan kesulitan yang
pernah kita hadapi dan bagaimana kita mengatasinya, kegagalan dan keberhasilan,
kesenangan dan keperihan, dan lain sebagainya. Namun, karena semuanya sudah
berlalu, maka tidak banyak lagi yang dapat dilakukan untuk mengubah semua itu.
Kita harus menerimanya dan memberinya makna yang tepat serta meletakkannya
dalam suatu perspektif masa kini dan masa depan (Harefa: Sukses Tanpa Gelar,
Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm.3-7).
Masa kini menceritakan situasi nyata
dimana kita berada, apa yang telah kita miliki, apa yang belum kita miliki, apa
yang kita nikmati dan apa yang belum dapat kita nikmati, apa yang menjadi tugas
dan tanggung jawab kita dan apa yang menjadi hak asasi kita sebagai manusia,
dan lain sebagainya. Dengan menyadari keberadaan kita saat ini, kita dapat
bersyukur atau mengeluh, kita dapat berpuas diri atau menentukan sasaran
berikutnya, dan seterusnya.
Masa depan memberikan harapan,
paling tidak demikianlah seharusnya bagi mereka yang beriman berkepercayaan.
Bila kita memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan, dan masih berada pada
situasi dan kondisi yang belum sesuai dengan cita-cita atau impian kita, maka
adalah wajar jika kita mengharapkan masa depan yang lebih baik, lebih cerah,
lebih menyenangkan. Sebab selama masih ada hari esok, segala kemungkinan masih
tetap terbuka lebar (terlepas dari pesimisme atau optimisme mengenai hal itu).
Jelas bahwa masa lalu, masa kini,
dan masa depan bertalian langsung dengan daya imajinasi kita. Dan di dalam
masa-masa itulah segala hambatan (obstacle), kesulitan (hardship),
dan kesenangan atau suka cita (very rewarding life) bercampur baur jadi
satu. Sehingga, jika Poppy King mengatakan bahwa ketiga hal itulah yang
dihadapi oleh seorang wirausaha dalam bidang apapun, maka bukankah itu berarti
bahwa kewirausahaan adalah untuk semua orang? Siapakah manusia di muka bumi ini
yang tidak pernah menghadapi hambatan dan kesulitan untuk mencapai cita-cita
dan impiannya?
Alasan kedua yang membuat
kewirausahaan itu pada dasarnya untuk semua orang adalah karena hal itu dapat
dipelajari. Peter F. Drucker, misalnya, pernah menulis dalam Innovation and
Entrepreneurship bahwa, “Setiap orang yang memiliki keberanian untuk
mengambil keputusan dapat belajar menjadi wirausaha, dan berperilaku seperti
wirausaha. Sebab (atau maka) kewirausahaan lebih merupakan perilaku
daripada gejala kepribadian, yang dasarnya terletak pada konsep dan teori,
bukan pada intuisi”. Dan perilaku, konsep, dan teori merupakan hal-hal yang
dapat dipelajari oleh siapapun juga. Sepanjang kita bersedia membuka hati dan
pikiran untuk belajar, maka kesempatan untuk menjadi wirausaha tetap terbuka.
Sepanjang kita sadar bahwa belajar pada hakekatnya merupakan suatu proses yang
berkelanjutan, yang tidak selalu berarti dimulai dan berakhir di sekolah atau
universitas tertentu, tetapi dapat dilakukan seumur hidup, dimana saja dan
kapan saja (saya menyebutnya Sekolah Besar Kehidupan), maka belajar
berwirausaha dapat dilakukan oleh siapa saja, meski tak harus berarti menjadi
wirausaha “besar”.
Alasan yang ketiga adalah karena
fakta sejarah menunjukkan kepada kita bahwa para wirausaha yang paling berhasil
sekalipun pada dasarnya adalah manusia biasa. Sabeer Bathia, seorang digital
entrepreneur yang meluncurkan hotmail.com tanggal 4 Juli 1996, baru menyadari hal ini setelah ia
berguru kepada orang-orang seperti Steve Jobs, penemu komputer pribadi (Apple).
Dan kesadaran itu membuatnya cukup percaya diri ketika menetapkan harga
penemuannya senilai 400 juta dollar AS kepada Bill Gates, pemilik Microsoft,
yang juga manusia biasa.
Alasan keempat yang ingin saya
sebutkan disini adalah karena setelah mempelajari kiat-kiat sukses puluhan
wirausaha kecil, menengah dan besar, dalam konteks lokal-nasional-regional
sampai internasional-global-dunia, maka saya sampai pada kesimpulan bahwa
kiat-kiat sukses mereka sangatlah sederhana. Dalam buku Berwirausaha Dari
Nol telah saya sampaikan bahwa mereka:
….. digerakkan oleh ide dan impian,
….. lebih mengandalkan kreativitas,
….. menunjukkan keberanian,
….. percaya pada hoki, tapi lebih percaya pada usaha nyata,
….. melihat masalah sebagai peluang,
….. memilih usaha sesuai hobi dan minat,
….. mulai dengan modal seadanya,
….. senang mencoba hal baru,
….. selalu bangkit dari kegagalan, dan
….. tak mengandalkan gelar akademis.
Sepuluh kiat sukses itu pada dasarnya sederhana, tidak memerlukan orang-orang yang luar biasa. Orang dengan IQ tinggi, sedang, sampai rendah dapat (belajar) melakukannya.
….. digerakkan oleh ide dan impian,
….. lebih mengandalkan kreativitas,
….. menunjukkan keberanian,
….. percaya pada hoki, tapi lebih percaya pada usaha nyata,
….. melihat masalah sebagai peluang,
….. memilih usaha sesuai hobi dan minat,
….. mulai dengan modal seadanya,
….. senang mencoba hal baru,
….. selalu bangkit dari kegagalan, dan
….. tak mengandalkan gelar akademis.
Sepuluh kiat sukses itu pada dasarnya sederhana, tidak memerlukan orang-orang yang luar biasa. Orang dengan IQ tinggi, sedang, sampai rendah dapat (belajar) melakukannya.
Alasan kelima adalah karena
kewirausahaan mengarahkan orang kepada kepemimpinan. Dan kepemimpinan adalah
untuk semua orang (Harefa : Berguru Pada Matahari, Gramedia Pustaka
Utama, 1998; juga Harefa: Menjadi Manusia Pembelajar, Kompas, 2000).
Dengan lima alasan sederhana di
atas, saya ingin menegaskan bahwa kewirausahaan adalah untuk semua orang. Saya
tidak percaya pada teori atau konsep yang mengatakan bahwa orang yang berdarah
Tionghoa saja yang dapat sukses berwirausaha (pandangan ini diyakini sebagian
orang di Indonesia). Sebab dengan demikian bagaimana kita menjelaskan
keberhasilan orang Aceh, Batak, Minang Kabau, Lampung, Sulawesi, Lombok, dan
pribumi lainnya yang juga sukses berwirausaha? Saya juga tidak mendukung teori
Max Weber yang menempatkan kaum protestan sebagai wirausaha ulung tanpa tanding
(meski untuk konteks Amerika dan Eropa mungkin ada benarnya). Sebab bagaimana
ia menjelaskan keberhasilan wirausaha-wirausaha di wilayah Asia dan Timur
Tengah yang bukan protestan? Bukankah keberhasilan Taiwan dan Singapura oleh
Lee Teng-hui dan Lee Kuan Yew dinyatakan sebagai “dampak” etika konfusianisme?
Tetapi saya setuju ketika Anugerah
Pekerti, mantan Direktur Utama Lembaga Manajemen PPM, mendefinisikan
kewirausahaan sebagai tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam
seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga,
produktif, dan inovatif. Saya juga sependapat dengan Howard H. Stevenson,
mantan Presiden Harvard Business School yang memahami kewirausahaan sebagai suatu
pola tingkah laku manajerial yang terpadu dalam upaya pemanfaatan
peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya.
Saya mendukung pendapat Drucker bahwa pemanfaatan peluang merupakan definisi
yang tepat untuk kewirausahaan dan bahwa seorang wirausaha harus mengalokasikan
sumber daya dari bidang-bidang yang memberi hasil rendah atau menurun ke
bidang-bidang yang memberi hasil tinggi atau meningkat.
Richard Cantillon, orang pertama
yang menggunakan istilah entrepreneur di awal abad ke-18, mengatakan
bahwa wirausaha adalah seseorang yang menanggung risiko. Ia benar.
Joseph Schumpeter juga benar ketika mengatakan bahwa wirausaha adalah inovator
produksi. Dan mengatakan bahwa wirausaha adalah seorang peniru,
seperti pendapat William H. Sahlman, juga tak ada salahnya. Tetapi saya pribadi
lebih suka pada pandangan Jose Carlos Jarillo-Mossi yang mengatakan bahwa
wirausaha itu adalah seseorang yang merasakan adanya peluang,
mengejar peluang-peluang yang sesuai dengan situasi dirinya, dan percaya bahwa
kesuksesan merupakan suatu hal yang dapat dicapai.
Kewirausahaan adalah untuk semua
orang. Semua orang berpotensi untuk menjadi wirausaha. Namun apakah ia
wirausaha yang berhasil, setengah berhasil, atau gagal, itu soal lain. Sama
seperti orang-orang yang berpotensi menjadi presiden tidak semuanya menjadi
presiden sungguhan, sementara yang tidak disangka-sangka menjadi presiden
(seperti Gus Dur tercinta, misalnya) justru berhasil menjadi presiden. Artinya,
antara lain, tak ada konsep atau teori yang bersifat mutlak, juga tentang
kewirausahaan. Tidak juga teori yang disampaikan lewat tulisan pendek ini.
Sumber :
Andrias Harefa. http://owlyzevitch.wordpress.com/2007/02/13/inovasi-kewirausahaan-untuk-semua-orang/
4 November 2008
0 komentar:
Posting Komentar