Electricity Lightning
http://s1335.photobucket.com/user/Imam_Miftahun_Miftah/slideshow/
Welcome To Midista Shop

Sabtu, 06 Juli 2013

Materi 5 Kewirausahaan

KREATIVITAS DAN INOVASI
DALAM BERWIRAUSAHA

Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta/berkreasi. Tidak ada satu pun pernyataan yang dapat diterima secara umum mengenai mengapa suatu kreasi timbul. Kreativitas sering dianggap terdiri dari 2 unsur, Pertama: Kefasihan yang ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Kedua: Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah.
Istilah kreativitas digunakan untuk mengacu pada kemampuan individu yang mengandalkan keunikan dan kemahirannya untuk menghasilkan gagasan baru dan wawasan segar yang sangat bernilai bagi individu tersebut. Kreativitas dapat juga dianggap sebagai kemampuan untuk menjadi seorang pendengar yang baik, yang mendengarkan gagasan yang datang dari dunia luar dan dari dalam diri sendiri atau dari alam bawah sadar. Oleh karena itu, kreativitas lebih tepat didefinisikan sebagai suatu pengalaman untuk mengungkapkan dan mengaktualisasikan identitas individu seseorang secara terpadu dalam hubungan eratnya dengan diri sendiri, orang lain, dan alam.
MENGAPA MANUSIA BERKREASI?
Para ahli psikologi tidak sependapat mengenai kebutuhan dan motif dasar yang dimiliki manusia untuk berkreasi. Meskipun demikian, imbalan dan penghargaan nyata yang dapat diamati dapat diidentifikasikan sebagai motif manusia untuk berkreasi. Manusia yang menjadi lebih kreatif akan menjadi lebih terbuka pikirannya terhadap gagasannya sendiri maupun gagasan orang lain. Sekalipun beberapa pengamat yang memiliki rasa humor merasa bahwa kebutuhan manusia untuk menciptakan berasal dari keinginan untuk “hidup diluar kemampuan mereka”, namun penelitian mengungkapkan bahwa manusia berkreasi adalah karena adanya kebutuhan dasar, seperti: keamanan, cinta, dan penghargaan. Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan manfaat dari berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri yang lebih besar, kegembiraan hidup, dan kemungkinan untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka.
HAMBATAN UNTUK MENJADI LEBIH KREATIF
Kebiasaan:
Kebiasaan adalah reaksi dan respons yang telah kita pelajari untuk bertindak secara otomatis tanpa berpikir atau mengambil keputusan terlebih dahulu. Biasanya sulit dan tidak enak mengubah suatu kebiasaan, apakah kebiasaan itu baik atau buruk.
Waktu:
Kesibukan merupakan salah satu alasan orang untuk tidak menjadi kreatif. Di lain pihak, ada orang yang mempunyai waktu untuk menjadi lebih kreatif dengan mencari waktu dari 24 jam yang sama yang tersedia bagi setiap orang.
Dibanjiri Masalah:
Sebagian dari kita merasa bahwa kita berhadapan dengan begitu banyak masalah yang penting dimana kita tidak mempunyai cukup waktu dan tenaga untuk mengatasi beberapa masalah secara kreatif. Kita lalu mengabaikan semua masalah dan tidak mau mengolahnya dengan otak kita.
Tidak Ada Masalah:
Kita adalah makhluk pemecah masalah yang terus-menerus menghadapi dan memecahkan sejumlah masalah. Jika masalah kita dipecahkan secara otomatis atau menurut kebiasaan, maka kita tidak akan pernah mengenal masalah tersebut dan kita merasa bahwa kita tidak akan pernah mempunyai masalah.


Takut Gagal:
Kegagalan dapat berbentuk pengasingan, kritik, kehilangan waktu, kehilangan pendapatan, atau kecelakaan. Akan tetapi, lebih baik gagal daripada tidak pernah mencoba sama sekali.
Kebutuhan akan Sebuah Jawaban Sekarang:
Manusia tidak mau mengalami kesulitan karena tidak memilik suatu jawaban langsung. Ketika suatu masalah dikemukakan, kita secara langsung memberikan sebuah pemecahan. Hanya jika pemecahan pertama tidak berjalan, barulah kita mau mencoba cara yang lain.
Kegiatan Mental yang Sulit Diarahkan:
Banyak diantara kita menemukan kenyataan bahwa mengerahkan tenaga fisik jauh lebih mudah dibandingkan dengan mengerahkan tenaga mental. Kita biasanya melaksanaan pekerjaan kita selama periode waktu yang cukup lama dengan hanya sedikit berpikir.
Takut Bersenang-senang:
Bagian proses pemecahan masalah secara kreatif mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat santai seolah-olah main-main, tetapi dipikirkan dan dipertimbangkan secara serius. Barangkali ketidaksempatan kita untuk bersantai pada waktu memecahkan masalah ada kaitannya dengan besarnya masalah yang kita hadapi atau adanya perasaan tidak aman yang kita rasakan bila menghadapi suatu masalah.
Kritik Orang Lain:
Secara tak sengaja kreativitas sering terhambat oleh kritik-kritik orang lain. Bila suatu gagasan baru diperkenalkan, kebanyakan gagasan tersebut sering dipatahkan dan diobrak-abrik orang lain. Memang kadangkala hal tersebut penting untuk membantu orang supaya tetap berpijak pada kenyataan, namun seharusnya kritik-kritik tersebut dapat menjadi pendorong bagi perbaikan kreativitas Anda sendiri.


BAGAIMANA MEMUNCULKAN GAGASAN KREATIF?
Kuantitas Gagasan:
Teknik-teknik kreatif dalam berbagai tingkatan keseluruhannya bersandar pada pengembangan pertama sejumlah gagasan sebagai suatu cara untuk memperoleh gagasan yang baik dan kreatif. Kecenderungan manusia untuk mendapatkan gagasan, pemecahan, atau penjelasan pertama yang muncul dan melekat dalam pikiran merupakan kerugian besar bagi kreativitas. Jika masalahnya kecil seperti misalnya apa yang dihidangkan untuk makan siang, maka pendekatannya mungkin tepat. Akan tetapi, bila masalahnya besar dimana kita ingin mendapatkan pemecahan baru dan orisinal, maka kita membutuhkan banyak gagasan untuk dipilih.
Teknik Brainstorming:
Teknik brainstorming mungkin merupakan cara yang terbanyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Banyak orang mempergunakan istilah brainstorming untuk mengacu pada suatu proses yang menghasilkan suatu gagasan baru, atau menggunakan istilah tersebut untuk mengacu pada suatu kumpulan proses pemecahan masalah. Sebenarnya teknik brainstorming adalah kegiatan yang menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan tersebut mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang menyimpang liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang baik dan kreatif. Teknik ini cenderung menghasilkan gagasan baru yang orisinal untuk menambah jumlah gagasan konvensional yang ada.
Sinektik:
Analogi telah lama digunakan sebagai salah satu alat bantu bagi proses penyusunan secara kreatif. Sinektik merupakan suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam permasalahan. Guna menghentikan kebiasaan lama serta gagasan usang dan untuk memperkenalkan suasana rileks ke dalam proses penggalian ide, maka proses sinektik mencoba membuat yang “asing” menjadi “akrab” dan juga sebaliknya.

Memfokuskan Tujuan:
Dr. Maxwell dalam bukunya Psycho Cybernetics menguraikan metode untuk mencapai hasil yang diharapkan secara kreatif. Buku tersebut menguraikan pengalaman membentuk pola reaksi baru yang otomatis melalui imajinasi. Caranya adalah dengan berbuat seolah-olah apa yang diinginkan akan terjadi besok, telah terjadi saat ini. Apabila proses itu dilakukan secara berulang-ulang, maka pikiran Anda akan terpusat ke arah tujuan yang dimaksud dan melibatkan automatic servo-mechanism Anda. (bsb/dni)
Sumber :
04 November 2008


Semua orang rasanya ingin menjadi kreatif, atau setidaknya menilai kreativitas sebagai sesuatu yang positif. Di sisi lain, masih banyak pula pihak yang menentang atau memandang sebelah mata aktivitas kreatif itu sendiri. Majalah Scientific American Mind Edisi Juni-Juli 2008 menurunkan liputan mengenai diskusi panel para ahli yang membahas mengenai hal ini, berikut beberapa tips sederhana untuk mengembangkan kreativitas anda.
Menurut Robert Epstein, seorang penulis buku-buku kreativitas, pendidikan formal adalah salah satu biang keladi pembatas kreativitas manusia sejak dini. Selain itu, masih kuatnya pandangan negatif orangtua terhadap prospek pekerjaan di industri kreatif (misalnya film, sastra, atau desain grafis) juga membuat banyak anak muda merasa kemampuan kreatif hanya pantas didalami oleh orang-orang tertentu saja.
Padahal, hal itu tidak benar. Seperti yang ditekankan oleh John Houtz, seorang psikolog, kreativitas tidak terbatas pada kreativitas besar (big ‘C’) yang sifatnya mahakarya dan revolusioner, seperti lukisan Da Vinci atau lampu Edison. Ada pula yang namanya kreativitas kecil (litle ‘c’), yaitu kelihaian atau kecerdikan yang dapat kita gunakan untuk memecahkan masalah sehari-hari.
Houtz juga menekankan bahwa kreativitas bukanlah suatu bakat yang dianugerahkan sejak lahir, melainkan sesuatu yang harus diusahakan dengan kerja keras; Menurutnya, orang-orang kreatif adalah mereka yang memiliki kedisiplinan untuk terus menciptakan ide-ide baru dan ketekunan untuk mewujudkan ide-ide mereka.
Lalu bagaimana kita, yang mungkin merasa tidak begitu kreatif ini, dapat melatih kreativitas kita? Epstein memberikan empat cara untuk melatih kreativitas anda:
Capturing. Jangan biarkan satupun ide anda lewat begitu saja, betapapun anda merasa ide itu tidak terlalu istimewa. Jangan terlalu pede untuk mengatakan ‘saya bisa mengingatnya’; Percayalah, anda akan lupa. Segera catat ide anda di ponsel, notes, atau apapun yang bisa ditulis di dekat anda begitu terpikirkan. Siapkan pula alat pencatat atau perekam di samping tempat tidur anda, karena seringkali ide-ide brilian muncul sesaat sebelum atau sesudah tidur. Lebih baik lagi jika anda juga meluangkan waktu khusus (kalau bisa di pagi hari, saat pikiran masih segar) untuk mengumpulkan ide-ide anda.
Surrounding. Ide-ide kreatif tidak muncul begitu saja dari dalam otak kita, melainkan hasil dari interaksi kita dengan lingkungan. Karena itu, lingkungan fisik dan sosial anda pun sebisa mungki harus penuh dengan kreativitas pula. Perbanyaklah pergaulan dengan orang-orang yang latar belakang, kepribadian, atau minatnya jauh berbeda dengan anda. Ubahlah tata letak rumah atau kamar anda, cat dindingnya dengan warna baru; Mungkin terdengar tidak berhubungan, tapi lingkungan yang fresh dan tidak monoton akan membuat pikiran anda tetap fresh dan dinamis pula.
Challenging. Kreativitas seringkali muncul mendadak saat menghadapi hambatan atau rintangan. Menantang diri sendiri dengan mencoba menyelesaikan permasalahan yang sulit bisa membantu mengeluarkan ide-ide kreatif yang selama ini tidak terpikirkan oleh anda. Bagaimana konkritnya? Iseng-iseng mengisi sudoku atau TTS di waktu senggang adalah satu langkah awal yang baik. Jelajahilah bagian kota yang asing bagi anda, biarkan anda tersesat, dan cobalah cari jalan pulang. Kalau anda masih sekolah atau kuliah, jangan malas juga untuk membuka-buka buku soal atau studi kasus dan menyelesaikan bagian tersulitnya. Tidak masalah jika tidak ada yang bisa anda selesaikan, yang terpenting adalah rangsangan otak yang terus-menerus.
Broadening. Sangat penting bagi seseorang yang kreatif untuk memiliki wawasan yang luas. Jangan sungkan untuk mempelajari hal-hal baru yang mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan atau pendidikan anda. Tidak perlulah mengikuti kursus atau kuliah malam; membaca lebih banyak buku dan majalah, menonton film dokumenter, atau menjelajahi situs-situs pengetahuan populer seperti Wikipedia juga bisa anda lakukan untuk mencapainya. Kunjungilah juga perpustakaan, galeri seni, pertunjukan teater, museum, seminar, pameran, diskusi buku, atau acara publik lainnya.
Anda juga harus siap mempertahankan kreativitas anda. Lho, kenapa harus dipertahankan? Seperti yang sudah disebut di atas, kreativitas adalah sesuatu yang harus diupayakan. Di sisi lain, cepat atau lambat, sadar atau tidak sadar, masyarakat akan mencoba untuk mengawasi dan mengatur, kalau perlu menekan, kreativitas anda. Karena itu, selain empat tips di atas, diskusi panel ini juga memberikan tiga saran:
Jangan biarkan kritik menghalangi kreativitas anda. Kritik dapat anda gunakan sebagai masukan untuk memperbaiki ide atau mengganti satu ide dengan ide yang lain, tapi jangan pernah menganggap kritik sebagai larangan untuk mengumpulkan atau mengungkapkan ide anda. Criticism should make you more creative, not less.
Hadapi ketakutan anda untuk gagal. Orang-orang kreatif adalah mereka yang gagal ratusan kali. Tapi mereka mengambil pelajaran dari kegagalan itu sebagai peluang untuk mencoba lagi dengan cara yang berbeda dan mungkin lebih baik. Bahkan menurut Epstein, kegagalanlah yang secara langsung menyebabkan kita menjadi kreatif.
Jangan ngoyo. Istirahatlah untuk menemukan kembali kreativitas anda. Banyak karya dan penemuan besar tidak dihasilkan dari begadang berhari-hari, tapi dari mimpi (literally!) dan keadaan setengah tidur. Kerja keras dan ketekunan memang penting, tapi jadi sedikit juga gunanya ketika otak dan mata anda sudah sulit diajak berkompromi.
Dari ketujuh pedoman esensial yang dijelaskan di atas, dapat kita lihat bahwa meningkatkan kreativitas bukanlah sesuatu yang sulit atau mahal untuk dilakukan. Sebagian di antara contoh konkrit yang saya ajukanpun tidak membutuhkan waktu khusus dan dapat anda lakukan di sela-sela rutinitas keseharian anda. Jadi tunggu apa lagi? Ajak saudara atau teman-teman anda ikut melakukannya agar anda lebih temotivasi!
Sumber:
The Creative Brain – Scientific American Mind – Juni-Juli 2008
04 November 2008
Text Box: INOVASI  KEWIRAUSAHAAN  UNTUK  SEMUA  ORANG

Menjadi wirausaha yang handal tidaklah mudah.
Tetapi tidaklah sesulit yang dibayangkan banyak orang,
karena setiap orang dalam belajar berwirausaha.
Menurut Poppy King, wirausaha muda dari Australia yang terjun ke bisnis sejak berusia 18 tahun, ada tiga hal yang selalu dihadapi seorang wirausaha di bidang apapun, yakni: pertama, obstacle (hambatan); kedua, hardship (kesulitan); ketiga, very rewarding life (imbalan atau hasil bagi kehidupan yang memukau). Dan saya setuju sepenuhnya dengan pernyataan itu. Karenanya saya berpendapat bahwa sesungguhnya kewirausahaan dalam batas tertentu adalah untuk semua orang. Mengapa?
Saya kira cukup banyak alasan untuk mengatakan hal itu. Pertama, setiap orang memiliki cita-cita, impian, atau sekurang-kurangnya harapan untuk meningkatkan kualitas hidupnya sebagai manusia. Hal ini merupakan semacam “intuisi” yang mendorong manusia normal untuk bekerja dan berusaha. “Intuisi” ini berkaitan dengan salah satu potensi kemanusiaan, yakni daya imajinasi kreatif.
Karena manusia merupakan satu-satunya mahluk ciptaan Tuhan yang, antara lain, dianugerahi daya imajinasi kreatif, maka ia dapat menggunakannya untuk berpikir. Pikiran itu dapat diarahkan ke masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dengan berpikir, ia dapat mencari jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penting seperti: Dari manakah aku berasal? Dimanakah aku saat ini? Dan kemanakah aku akan pergi? Serta apakah yang akan aku wariskan kepada dunia ini?
Menelusuri sejarah pribadi di masa lalu dapat memberikan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan seseorang. Didalamnya terdapat sejumlah pengalaman hidup : hambatan dan kesulitan yang pernah kita hadapi dan bagaimana kita mengatasinya, kegagalan dan keberhasilan, kesenangan dan keperihan, dan lain sebagainya. Namun, karena semuanya sudah berlalu, maka tidak banyak lagi yang dapat dilakukan untuk mengubah semua itu. Kita harus menerimanya dan memberinya makna yang tepat serta meletakkannya dalam suatu perspektif masa kini dan masa depan (Harefa: Sukses Tanpa Gelar, Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm.3-7).
Masa kini menceritakan situasi nyata dimana kita berada, apa yang telah kita miliki, apa yang belum kita miliki, apa yang kita nikmati dan apa yang belum dapat kita nikmati, apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita dan apa yang menjadi hak asasi kita sebagai manusia, dan lain sebagainya. Dengan menyadari keberadaan kita saat ini, kita dapat bersyukur atau mengeluh, kita dapat berpuas diri atau menentukan sasaran berikutnya, dan seterusnya.
Masa depan memberikan harapan, paling tidak demikianlah seharusnya bagi mereka yang beriman berkepercayaan. Bila kita memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan, dan masih berada pada situasi dan kondisi yang belum sesuai dengan cita-cita atau impian kita, maka adalah wajar jika kita mengharapkan masa depan yang lebih baik, lebih cerah, lebih menyenangkan. Sebab selama masih ada hari esok, segala kemungkinan masih tetap terbuka lebar (terlepas dari pesimisme atau optimisme mengenai hal itu).
Jelas bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan bertalian langsung dengan daya imajinasi kita. Dan di dalam masa-masa itulah segala hambatan (obstacle), kesulitan (hardship), dan kesenangan atau suka cita (very rewarding life) bercampur baur jadi satu. Sehingga, jika Poppy King mengatakan bahwa ketiga hal itulah yang dihadapi oleh seorang wirausaha dalam bidang apapun, maka bukankah itu berarti bahwa kewirausahaan adalah untuk semua orang? Siapakah manusia di muka bumi ini yang tidak pernah menghadapi hambatan dan kesulitan untuk mencapai cita-cita dan impiannya?
Alasan kedua yang membuat kewirausahaan itu pada dasarnya untuk semua orang adalah karena hal itu dapat dipelajari. Peter F. Drucker, misalnya, pernah menulis dalam Innovation and Entrepreneurship bahwa, “Setiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi wirausaha, dan berperilaku seperti wirausaha. Sebab (atau maka) kewirausahaan lebih merupakan perilaku daripada gejala kepribadian, yang dasarnya terletak pada konsep dan teori, bukan pada intuisi”. Dan perilaku, konsep, dan teori merupakan hal-hal yang dapat dipelajari oleh siapapun juga. Sepanjang kita bersedia membuka hati dan pikiran untuk belajar, maka kesempatan untuk menjadi wirausaha tetap terbuka. Sepanjang kita sadar bahwa belajar pada hakekatnya merupakan suatu proses yang berkelanjutan, yang tidak selalu berarti dimulai dan berakhir di sekolah atau universitas tertentu, tetapi dapat dilakukan seumur hidup, dimana saja dan kapan saja (saya menyebutnya Sekolah Besar Kehidupan), maka belajar berwirausaha dapat dilakukan oleh siapa saja, meski tak harus berarti menjadi wirausaha “besar”.
Alasan yang ketiga adalah karena fakta sejarah menunjukkan kepada kita bahwa para wirausaha yang paling berhasil sekalipun pada dasarnya adalah manusia biasa. Sabeer Bathia, seorang digital entrepreneur yang meluncurkan hotmail.com tanggal 4 Juli 1996, baru menyadari hal ini setelah ia berguru kepada orang-orang seperti Steve Jobs, penemu komputer pribadi (Apple). Dan kesadaran itu membuatnya cukup percaya diri ketika menetapkan harga penemuannya senilai 400 juta dollar AS kepada Bill Gates, pemilik Microsoft, yang juga manusia biasa.
Alasan keempat yang ingin saya sebutkan disini adalah karena setelah mempelajari kiat-kiat sukses puluhan wirausaha kecil, menengah dan besar, dalam konteks lokal-nasional-regional sampai internasional-global-dunia, maka saya sampai pada kesimpulan bahwa kiat-kiat sukses mereka sangatlah sederhana. Dalam buku Berwirausaha Dari Nol telah saya sampaikan bahwa mereka:
….. digerakkan oleh ide dan impian,
….. lebih mengandalkan kreativitas,
….. menunjukkan keberanian,
….. percaya pada hoki, tapi lebih percaya pada usaha nyata,
….. melihat masalah sebagai peluang,
….. memilih usaha sesuai hobi dan minat,
….. mulai dengan modal seadanya,
….. senang mencoba hal baru,
….. selalu bangkit dari kegagalan, dan
….. tak mengandalkan gelar akademis.
Sepuluh kiat sukses itu pada dasarnya sederhana, tidak memerlukan orang-orang yang luar biasa. Orang dengan IQ tinggi, sedang, sampai rendah dapat (belajar) melakukannya.
Alasan kelima adalah karena kewirausahaan mengarahkan orang kepada kepemimpinan. Dan kepemimpinan adalah untuk semua orang (Harefa : Berguru Pada Matahari, Gramedia Pustaka Utama, 1998; juga Harefa: Menjadi Manusia Pembelajar, Kompas, 2000).
Dengan lima alasan sederhana di atas, saya ingin menegaskan bahwa kewirausahaan adalah untuk semua orang. Saya tidak percaya pada teori atau konsep yang mengatakan bahwa orang yang berdarah Tionghoa saja yang dapat sukses berwirausaha (pandangan ini diyakini sebagian orang di Indonesia). Sebab dengan demikian bagaimana kita menjelaskan keberhasilan orang Aceh, Batak, Minang Kabau, Lampung, Sulawesi, Lombok, dan pribumi lainnya yang juga sukses berwirausaha? Saya juga tidak mendukung teori Max Weber yang menempatkan kaum protestan sebagai wirausaha ulung tanpa tanding (meski untuk konteks Amerika dan Eropa mungkin ada benarnya). Sebab bagaimana ia menjelaskan keberhasilan wirausaha-wirausaha di wilayah Asia dan Timur Tengah yang bukan protestan? Bukankah keberhasilan Taiwan dan Singapura oleh Lee Teng-hui dan Lee Kuan Yew dinyatakan sebagai “dampak” etika konfusianisme?
Tetapi saya setuju ketika Anugerah Pekerti, mantan Direktur Utama Lembaga Manajemen PPM, mendefinisikan kewirausahaan sebagai tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif, dan inovatif. Saya juga sependapat dengan Howard H. Stevenson, mantan Presiden Harvard Business School yang memahami kewirausahaan sebagai suatu pola tingkah laku manajerial yang terpadu dalam upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya. Saya mendukung pendapat Drucker bahwa pemanfaatan peluang merupakan definisi yang tepat untuk kewirausahaan dan bahwa seorang wirausaha harus mengalokasikan sumber daya dari bidang-bidang yang memberi hasil rendah atau menurun ke bidang-bidang yang memberi hasil tinggi atau meningkat.
Richard Cantillon, orang pertama yang menggunakan istilah entrepreneur di awal abad ke-18, mengatakan bahwa wirausaha adalah seseorang yang menanggung risiko. Ia benar. Joseph Schumpeter juga benar ketika mengatakan bahwa wirausaha adalah inovator produksi. Dan mengatakan bahwa wirausaha adalah seorang peniru, seperti pendapat William H. Sahlman, juga tak ada salahnya. Tetapi saya pribadi lebih suka pada pandangan Jose Carlos Jarillo-Mossi yang mengatakan bahwa wirausaha itu adalah seseorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang sesuai dengan situasi dirinya, dan percaya bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang dapat dicapai.
Kewirausahaan adalah untuk semua orang. Semua orang berpotensi untuk menjadi wirausaha. Namun apakah ia wirausaha yang berhasil, setengah berhasil, atau gagal, itu soal lain. Sama seperti orang-orang yang berpotensi menjadi presiden tidak semuanya menjadi presiden sungguhan, sementara yang tidak disangka-sangka menjadi presiden (seperti Gus Dur tercinta, misalnya) justru berhasil menjadi presiden. Artinya, antara lain, tak ada konsep atau teori yang bersifat mutlak, juga tentang kewirausahaan. Tidak juga teori yang disampaikan lewat tulisan pendek ini.

Sumber :

4 November 2008

0 komentar:

Posting Komentar