Electricity Lightning

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

http://s1335.photobucket.com/user/Imam_Miftahun_Miftah/slideshow/
Welcome To Midista Shop

Minggu, 21 Juli 2013

Modul 1 Kewirausahaan


KONSEPSI  DASAR  KEWIRAUSAHAAN


KEWIRAUSAHAAN, SEBAGAI SEBUAH NILAI


Dewasa ini, dunia kewirausahaan (kewiraswastaan) tampaknya sudah mulai diminati oleh masyarakat luas. Namun, karena kurangnya informasi, banyak orang merasa masih belum jelas tentang aspek-aspek apa saja yang melingkupi dunia wiraswasta. Sebagian orang beranggapan bahwa kewiraswastaan adalah dunianya kaum pengusaha besar dan mapan, lingkungannya para direktur dan pemilik PT, CV serta berbagai bentuk perusahaan lainnya. Oleh karena itu, kewirawastaan sering dianggap sebagai wacana tentang bagaimana menjadi kaya. Sedang kekayaan itu sendiri seakan-akan merupakan simbol keberhasilan dari kewiraswastaan.

Bukan hanya sebagian masyarakat awam yang berpikir demikian, karena ternyata beberapa lembaga pembinaan kewiraswastaan juga mempunyai persepsi yang mirip dengan itu. Pada beberapa kesempatan, lembaga-lembaga tersebut menampilkan figur tokoh-tokoh sukses yang katanya berhasil menjadi kaya, dengan jalan berwiraswasta. Figur sukses itu antara lain terdiri dari tokoh-tokoh pengusaha besar yang masyarakat mengenalnya sebagai orang-orang terkemuka yang dekat dengan para pejabat pemerintahan.

Terlepas dari siapa tokoh-tokoh sukses dan kaya yang ditampilkan itu, serta bagaimana cara mendapatkan kekayaannya, marilah kita kembali ke inti persoalan : “Benarkah kewiraswastaan merupakan wacana tentang bagaimana caranya untuk menjadi kaya ?”
Kalau bicara sekadar menjadi kaya, tentu semua orang maklum bahwa tidak semua orang kaya adalah pengusaha, sebaliknya tidak semua pengusaha adalah orang kaya. Rata-rata pejabat di Indonesia sudah termasuk orang kaya atau orang berada, apalagi kalau pejabat itu korup. Karyawan-karyawan swasta, terutama para general manager dan direktur juga banyak yang kaya. Bahkan, ada pengemis jalanan berpenghasilan lebih dari Rp. 300.000,- bersih per hari, dan jelas bahwa ia berpotensi untuk menjadi kaya. Dapatkah mereka semua, termasuk para koruptor dan pengemis, menjadi figur panutan dalam wacana kewirausahaan ? Rasanya tidak lah ya..?

Kewiraswastaan atau kewirausahaan sebenarnya bukanlah bertujuan untuk menjadi kaya. Setidaknya inilah yang dekemukakan oleh para perintis kewiraswastaan di Indonesia sejak 3 dekade yang lalu. Merintis masa depan dengan belajar menjadi pengusaha lebih mirip dengan belajar bagaimana mengemudikan kendaraan. Seorang instruktur pada sebuah sekolah mengemudi mobil pernah berkata pada para siswanya, yang dalam praktek selalu berusaha untuk menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi : “Keterampilan mengemudi bukan dilihat dari seberapa cepat kendaraan dipacu. Karena memacu kecepatan adalah hal yang mudah. Itu hanya soal seberapa dalam kita menginjak pedal gas. Ilmu mengemudi lebih merupakan keterampilan bagaimana menjalankan mobil dari keadaan tidak bergerak, menjadi bergerak dan berjalan dengan stabil, serta bermanuver dengan baik sesuai keadaan, berbelok, maju, mundur, parkir, menanjak, menurun dan lain sebagainya, tanpa membahayakan diri sendiri ataupun orang lain. Kecepatan adalah soal lain..”

Apa yang dikatakan sang instruktur memang benar. Keberhasilan mengemudi bukan dilihat dari seberapa cepat kendaraan dipacu. Demikian pun keadaannya dengan kewiraswastaan. Keberhasilan berwiraswasta tidaklah identik dengan seberapa berhasil seseorang mengumpulkan uang atau harta serta menjadi kaya, karena kekayaan bisa diperoleh dengan berbagai cara, termasuk mencuri, merampok, korupsi, melacur dan lain-lain perbuatan negatif. Sebaliknya kewiraswastaan lebih melihat bagaimana seseorang bisa membentuk, mendirikan serta menjalankan usaha dari sesuatu yang tadinya tidak berbentuk, tidak berjalan bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Seberapa kecil pun ukuran suatu usaha, jika dimulai dengan niat baik, cara-cara yang bersih, keberanian dan kemandirian, sejak dari nol dan kemudian bisa berjalan dengan baik, maka nilai kewiraswastaannya jelas lebih berharga, daripada sebuah perusahaan besar yang dimulai dengan bergelimang fasilitas, penuh kolusi serta sarat dengan keculasan.
Dalam kewiraswastaan, kekayaan menjadi relatif sifatnya. Ia hanya merupakan produk bawaan (
by-product) dari sebuah usaha yang berorientasi kearah prestasi. Prestasi kerja manusia yang ingin mengaktualisasikan diri dalam suatu kehidupan mandiri. Ada pengusaha yang sudah amat sukses dan kaya, tapi tidak pernah menampilkan diri sebagai orang yang hidup bermewah-mewah, dan ada juga orang yang sebenarnya belum bisa dikatakan kaya, namun berpenampilan begitu glamor dengan pakaian dan perhiasan yang amat mencolok. Maka soal kekayaan pada akhirnya terpulang kepada masing-masing individu. Keadaan kaya-miskin, sukses-gagal, naik dan jatuh merupakan keadaan yang bisa terjadi kapan saja dalam kehidupan seorang pengusaha, tidak peduli betapapun piawainya dia. Kewiraswastaan hanya menggariskan bahwa seorang wiraswastawan yang baik adalah sosok pengusaha yang tidak sombong pada saat jaya, dan tidak berputus asa pada saat jatuh.

Tidak ada satu suku kata pun dari kata “wiraswasta” yang menunjukkan arti kearah pengejaran uang dan harta benda, tidak pula kata wiraswasta itu menunjuk pada salah satu strata, kasta, tingkatan sosial, golongan ataupun kelompok elit tertentu.
Terkadang orang tidak menyadari bahwa “wiraswasta” tidak sama dengan “swasta” dan “orang swasta” tidak dengan sendirinya merupakan wiraswastawan sejati, meskipun mungkin yang bersangkutan menyatakan diri begitu.. Ini disebabkan “wiraswasta” mengandung kata “wira”, yang mempunyai makna luhurnya budi pekerti, teladan, memiliki karakter yang baik, berjiwa kstaria dan patriotik. Oleh sebab itu dapat dipastikan bahwa seorang wiraswastawan sejati selalu memegang etika sebaik-baiknya dalam berbisnis.

Orang swasta yang berhasil mengumpulkan harta berlimpah, tidak dapat dikatakan sebagai wiraswastawan sejati, selama harta yang dikumpulkannya itu didapat dengan jalan yang tidak benar seperti kolusi, memeras, menipu, mafia-isme dan lain-lain aktivitas sejenis.

Saya menemukan bahwa kadang-kadang terjadi salah pengertian tentang istilah “kewiraswastaan” yang merupakan terjemahan dari kata asing “entrepreneurship”. Ada pendapat bahwa kewiraswastaan tidak hanya terjadi dikalangan orang atau perusahaan swasta saja, tetapi juga ada dilingkungan perkoperasian, lingkungan pendidikan bahkan dilingkungan badan-badan usaha milik pemerintah (BUMN). Oleh karenanya, “entrepreneurship” bukan monopoli kelompok perusahaan swasta saja. Maka kemudian timbul istilah “wirausaha” yang dianggap lebih universal dalam penerapannya. Gejala ini berlanjut lebih spesifik lagi dengan munculnya istilah “kewirakoperasian” untuk para aktivis koperasi.

Saya berpendapat, istilah “wiraswasta” tidak hanya menunjuk kepada orang-orang dari kalangan perusahaan swasta. Sebagai istilah yang mewakili kata “entrepreneurship”, penggunaannnya sudah sangat universal, sehingga sebetulnya tidak perlu lagi direvisi. Secara etimologi, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Suparman Sumahamidjaya, arti kata wiraswasta bisa diuraikan lebih kurang sebagai berikut :

wira = luhur, berani, jujur, ksatria.
swa = sendiri.
sta = berdiri.

Jadi, maksud dari kata wiraswasta adalah, mewujudkan aspirasi kehidupan berusaha yang mandiri dengan landasan keyakinan dan watak yang luhur. Lebih spesifiknya, kaum wiraswastawan sejati adalah mereka yang berani memutuskan untuk bersikap, berpikir dan bertindak secara mandiri, mencari nafkah dan berkarir dengan jalan berusaha di atas kemampuan sendiri, dengan cara yang jujur dan adil, jauh dari sifat-sifat keserakahan dan kecurangan.

Definisi di atas tidak membatasi bahwa wiraswastawan harus seorang yang menjalankan perusahaan milik sendiri. Dengan demikian kewiraswastaan berlaku di lingkungan manapun, termasuk koperasi, BUMN, pengusaha kaki lima, makelar bahkan di lingkungan karyawan sekalipun. Sebab apa? Karena kaum profesional yang status formalnya adalah seorang karyawan, pada hakikatnya merupakan seorang wiraswastawan juga, karena mereka bekerja dengan menjual “leadership”, atas dasar kemitraan bisnis yang adil dan saling menguntungkan, dan bukan atas dasar keinginan untuk “menumpang hidup” semata. Para distributor dari sebuah perusahaan multi-level-marketing, sebagaimana agen-agen asuransi, juga merupakan pribadi-pribadi yang berusaha secara mandiri dan mereka berwiraswasta. Beberapa perusahaan yang telah maju ternyata juga didirikan oleh para mantan karyawan yang memiliki naluri kewiraswastaan. Hal ini menguatkan bukti bahwa nilai-nilai kewiraswastaan memang ada dimana-mana. Hanya saja, kewirawastaan ada yang kelihatan secara jelas, ada yang tersembunyi.

Betapa pun saya menyambut baik munculnya berbagai istilah alternatif, karena hal tersebut dengan sendirinya akan memperkaya khasanah kosakata bahasa Indonesia yang masih memerlukan pembinaan-pembinaan lebih jauh. Sebab itu, dalam situs ini akan dipergunakan istilah “wiraswasta” dan “wirausaha” secara silih berganti, agar tidak menimbulkan kejenuhan.

Beberapa aktivitas yang memiliki kandungan nilai kewirausahaan, baik yang jelas maupun yang tersembunyi bisa dicontohkan sebagai berikut :

1). Pengusaha-pengusaha “kantoran” yang menjalankan perusahaan milik sendiri atau bermitra. Baik dari kelas pengusaha besar, menengah ataupun kecil.
2). Pengusaha-pengusaha seperti pedagang kaki lima, warung nasi, restoran, toko klontong, bengkel, salon dan lain-lain.
3). Pengusaha candak kulak, seperti bakul jamu, tukang bakso pikul/grobak, dan lain sebagaiya.
4). Pengurus dan anggota-anggota koperasi.
5). Tokoh-tokoh pemasaran, seperti para direktur dan manajer pemasaran, sales representative, business representative, salesmen/girl door to door.
6). Para distributor multi-level-marketing serta para agen asuransi.
7). Tokoh-tokoh profesi seperti dokter, pengacara, notaris, konsultan yang membuka praktik sendiri, sampai supir taksi.
8). Mereka yang menjalankan bisnis sambilan, tanpa melecehkan pekerjaan utamanya sebagai karyawan.
9). Para karyawan, yang sambil bekerja, berusaha mengumpulkan modal dan belajar untuk mempersiapkan diri menjadi pengusaha nantinya.
10). Para makelar yang jujur.
11). Kaum profesional yang menjual leadership pada perusahaan-perusahaan besar mulai dari yang menjabat sebagai presiden direktur, direktur atau manajer.
12). Pekerja free-lance, instruktur-instruktur aerobik, pelatih olahraga yang bekerja waktu penuh.
SUMBER :
23 September 2008

KEWIRAUSAHAAN  SOSIAL

Menurut definisi, wirausaha adalah suatu kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah terhadap produk atau jasa melalui transformasi, kreatifitas, inovasi, dan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga produk atau jasa tersebut lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pengguna produk dan jasa (Prof. Raymond Kao, Nanyang Business School, Singapore 1999). Kewirausahaan (entrepreneurship) berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi bangsa. Singapura misalnya, menjadi negara yang maju karena prinsip2 entrepreneurship.
Hasilnya adalah perusahaan IT kelas dunia yang awalnya dirintis oleh wirausahawan muda. Hal yang sama dilakukan negara-negara Amerika Serikat, Taiwan, Korea yang peka terhadap pembentukan entrepreneurs. (Gatot Johanes Silalahi, MSc; Sinar Harapan, 2003).
Dua setengah dekade lalu, Bill Drayton, pendiri dan CEO Ashoka, memprakarsai konsep kewirausahaan sosial. Prinsipnya tidak berbeda dengan kewirausahaan bisnis, bedanya kewirausahaan sosial digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Bagi Drayton ada dua hal kunci dalam kewirausahaan sosial. Pertama, adanya inovasi sosial yang mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat. Kedua, hadirnya individu bervisi, kreatif, berjiwa pengusaha (entrepreneurial), dan beretika di belakang gagasan inovatif tersebut. Jadi wirausaha sosial adalah individu yang bervisi, kreatif, berjiwa pengusaha, dan beretika, yang mampu menciptakan inovasi sosial dan mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat. Inovasi sosial yang dimaksud Bill adalah yang mampu menciptakan atau mengubah pola di masyarakat sehingga dapat mengakar. Dan karenanya, hal itu dapat berkesinambungan.
Contoh gemilang tentang kerja wirausahawan sosial adalah bagaimana Muhamad Yunus, pemenang Nobel Perdamaian 2006, yang dengan sistem kredit mikro yang lebih dikenal sebagai “Grameen Bank”, telah membantu jutaan kaum miskin di Bangladesh, terutama perempuan dan anak, untuk memperoleh kesejahteraan yang lebih baik.
David Bornstein memaparkan bagaimana para wirausahawan sosial dari berbagai belahan dunia yang hampir tak terliput oleh media namun telah mengubah aras sejarah dunia dengan terobosan berupa gagasan-gagasan inovatif, memutus sekat-sekat birokrasi, mengusung komitmen moral yang tinggi dan kepedulian (How to Change the World, 2004).
Selain buah kerja brilian Muhammad Yunus, David Bornstein juga menceritakan puluhan kisah wirausahawan sosial lain, seperti Fabio Rosa (Brasil) yang menciptakan sistem listrik tenaga surya yang mampu menjangkau puluhan ribu orang miskin di pedesaan, Jeroo Billimoria (India) yang bekerja keras membangun jaringan perlindungan anak-anak telantar, Veronika Khosa (Afrika Selatan) yang membangun model perawatan yang berbasis rumah (home-based care model) untuk para penderita AIDS yang telah mengubah kebijakan pemerintah tentang kesehatan di negara tersebut, dan banyak lagi tokoh yang buah tangannya telah terasa langsung manfaatnya oleh masyarakat.
Di Indonesia kita kenal Pak Bahruddin melalui paguyuban petaninya membuka peluang bagi petani untuk memenuhi hak-hak mereka, termasuk di antaranya layanan irigasi, akses pasar, dan perubahan pola pertanian organik yang terintegrasi dengan teknologi tepat guna. Selain petani berpeluang meningkat pendapatannya dan lahan pertaniannya dapat terkelola secara berkesinambungan, paguyuban juga berhasil membuat DPRD Salatiga mengubah perda berkaitan dengan pemenuhan layanan irigasi bagi petani.
Upaya Bahruddin tidak berhenti sampai di situ. Kini beliau sementara mengembangkan pendidikan alternatif berbasis teknologi informasi tingkat SLTP bagi anak-anak petani. Akses internet 24 jam digunakan selain untuk meningkatan kapasitas guru dan murid,juga untuk kegiatan belajar dan mengajar. Di samping itu, Sekolah SLTP Qaryah Thayyibah juga mampu melibatkan petani (orang tua murid) dan kaum muda sebagai relawan tenaga pengajar, dan juga pengusaha komputer yang dapat mendukung pengadaan komputer dan akses internet.
Semua upaya Bahruddin tidak lain didorong oleh kegigihannya mewujudkan perubahan. Kreativitasnya pun menggulirkan inovasi-inovasi sosial yang terus bermunculan seiring perubahan tantangan yang dihadapi masyarakat. Adapun kewirausahaan sosial sendiri hadir bagi hidup dan penghidupan yang lebih baik di dunia ini.
Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship) adalah bagian yang tak terpisahkan dari Kewirausahaan Strategis (Strategic Entrepreneurship). Hitt,Ireland&Hoskisson (2005) mengatakan bahwa Kewirausahaan Strategis (Strategic Entrepreneurship) yang biasanya dilakukan oleh perserorangan dan badan usaha adalah :
  • Mengambil langkah-langkah kewirausahaan dengan perspektif strategis.
  • Berperilaku menggiatkan pencarian kesempatan usaha dan keunggulan kompetitif.
  • Merencanakan dan mengimplementasikan strategi kewirausahaan untuk menciptakan keuntungan.
Usaha-usaha Kewirausahaan Strategis (Hitt,Ireland&Hoskisson: 2005) diatas harus didasari, didorong dan mempunyai tujuan pada beberapa faktor yaitu:
  • Cara berfikir kewirausahaan dari pendiri (founding father) organisasi atau badan usaha.
  • Mempunyai kelompok kerja untuk mengembangkan produk atau pelayanan.
  • Memfasilitasi inovasi dan integrasinya dengan menyebarkan nilai luhur dan kepemimpinan kewirausahaan.
  • Menciptakan nilai tambah melalui inovasi yang dilakukan.
SUMBER :
Djaja. 29 Nopember 2007.www.alphachimp.com/poptech/images/30_David-Bornstein.jpg&imgrefurl=http://djadja.wordpress.com/page/4/&h=764&w=576&sz=143&hl=id&start=1&um=1&usg=__A3rKz9YteAp9hx4vEEpbH8GPO-I=&tbnid=69RplT48LTeQSM:&tbnh=142&tbnw=107&prev=/images%3Fq%3Dkewirausahaan%26um%3D1%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26channel%3Ds%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26sa%3DG. 25 September 2008

Senin, 15 Juli 2013

Jam Dinding Karakter Pribadi menjadi Pilihan Baru Kado Ultah



Ulang tahun atau yang biasa kita sebut Ultah merupakan hari yang sangat istimewa bagi semua orang, hari yang memperingati hari kelahiran tersebut biasanya dirayakan dengan berbagai cara tergantung kepribadian dan lingkungannya. Hal yang tidak boleh ketinggalan dari perayaan ulang tahun tentu saja adalah memberi hadiah/kado kepada si yang berulang tahun, selain ucapan ulang tahun tentunya.

Jika kalian memiliki adik, kakak, atau anggota keluarga yang dalam waktu dekat akan berulang tahun, sebaiknya segera fikirkan apa hadiah yang cocok untuk diberikan. Memang sekarang ini banyak sekali pilihan untuk kita jadikan kado ulang tahun. Namun, biasanya kado-kado ulang tahun tersebut biasa-biasa saja. Oleh karena itu, Midista Shop membuat jam dinding karakter pribadi. Jam dinding ini cocok untuk menjadi pilihan kado ulang tahun di semua umur.

Bagaimana cara mendapatkannya atau memesannya,??

Mudah saja, anda bisa langsung kirimkan gambar/foto adik, kakak, atau anggota keluarga anda melalui email ke midistashop@gmail.com atau whatsapp ke 085319397054. Dengan memberi judul foto JDKP. Kemudian langsung transfer biaya pembuatannya ke BCA 178-126-2850 an. Miftahun. Jangan lupa mencantumkan alamat anda sebagai alamat pengiriman kado ulang tahun anda. Jam dinding karakter pribadi anda segera dikirim ke alamat anda. Tidak lebih dari 1 minggu Kado ulang tahun sudah di tempat anda. Dan siap untuk anda berikan kepada adik, kakak, atau anggota keluarga anda yang berulang tahun.

Itu adalah ide kado ulang tahun untuk keluargamu, yang jelas berikan mereka yang terbaik yang akan menjadi momen tidak terlupakan, terimakasih dan semoga bermanfaat.

Selasa, 09 Juli 2013

MIDISTA SHOP

Welcome to Midista Shop
Segala Puji syukur hanya untuk Allah SWT, yang telah memberikan Anugerah yang sangat besar. Sehingga Midista Shop hadir memudahkan customer belanja. Dan dengan adanya Katalog Midista Shop ini, semoga customer bisa dengan leluasa memilih produk
mana yang Anda butuhkan.
Kami senang melihat Anda senang........
Thanks,
Midista Shop

Cara Pemesanan :
 Bisa order by sms or phone or whatapp ke nomor 085319397054
 Bisa order by BBM ke Pin 2778B93D
 Bisa order by pesan Facebook Grup ke Midista Shop
 Bisa order by twitter ke @mft_hu
 Bisa order by email ke midistashop@gmail.com Cara Pembayaran :
 Bisa transfer ke BCA 178-126-2850 an. Miftahun (bukti transfer bisa dikirim seperti cara pemesanan)
 Bisa cash langsung ketemu or janjian Cara Pengiriman :
 Jika barang ready barang akan segera dikirim ke customer
 Jika barang not ready, dalam jangka 1 minggu customer akan dihubungi
 Untuk wilayah Jakarta & Tangerang free ongkos kirim
 Untuk Luar wilayah Jakarta & Tangerang dikirim via ekspedisi TIKI (ongkos kirim sesuai tarif TIKI)
Midista Shop thanks to :
☺ Allah SWT, yang telah memberikan Anugerah yang sangat besar.
☺ Keluarga, yang selalu mendo’akan Midista Shop.
☺ Dinni Kushartini, yang telah menginspirasi segalanya.
☺ Teman – teman, yang selalu support.
☺ Dan tentunya semua customer MidistaShop yang selalu setia belanja di Midista Shop. Thanks, Midista Shop

Sabtu, 06 Juli 2013

Kisah Sukses Bob Sadino

KISAH SUKSES PENGUSAHA BOB SADINO

Saya , Nanda (Putri saya) dan Oom Bob
Oom Bob Sadino


Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.

Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.

Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.

Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”

Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.

”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.

Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Nama         : Bob Sadino
Lahir           : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama        : Islam


Pendidikan :
-SD, Yogyakarta (1947)
-SMP, Jakarta (1950)
-SMA, Jakarta (1953)

Karir :
-Karyawan Unilever (1954-1955)
-Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
-Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
-Dirut PT Boga Catur Rata
-PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
-PT Kem Farms (kebun sayur)


Alamat Rumah:
Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981

Alamat Kantor :
Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp: 793618

Referensi :

- http://pengusahamuda.wordpress.com/biografi/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Bob_Sadino

Materi 14 Kewirausahaan

Kewirausahaan Bisa Dipelajari
Oleh : Atep Afia Hidayat (Pengajar Kewirausahaan Di Universitas Mercu Buana, Jakarta)

Ada orang yang beranggapan bahwa kewirausahaan itu bakat, bahkan karena keturunan. Hal itu merujuk pada adanya fakta pada etnis tertentu yang umumnya “berbakat” wirausaha, di mana kemampuannya jauh melampaui etinis lainnya. Sebenarnya kewirausahaan itu bisa dipelajari oleh siapapun, kapanpun dan di manapun. Namun pada akhirnya akan tergantung pada orang-per-orangnya juga.
Douglas Mc Gregor dalam bukunya The Human Side of Entreprise, mengemukakan Teori X dan Y. Teori X menyebutkan bahwa pada dasarnya manusia itu malas, maka harus dipaksa dan dikontrol ketat, supaya pekerjaannya memenuhi target tertentu. Sedangkan Teori Y menyatakan, bahwa manusia sebenarnya gemar bekerja, dan bila diberikan motivasi yang tepat dan tanggung-jawab yang sesuai, pasti akan terdorong untuk berprestasi.
Untuk menjadi seorang wirausahawan yang handal dan tangguh, kedua teori tersebut sangat mendukung dan bisa diterapkan. Terutama menyangkut kemalasan, gemar bekerja, motivasi, kontrol, target, tanggung jawab dan prestasi. Dalam diri seorang calon wirausahawan, faktor kemalasan tentu saja ada, bahkan pada setiap orang. Dengan demikian langkah pertama untuk menjadi wirausahawan ialah melenyapkan faktor kemalasan tersebut, lantas diganti dengan karakter gemar bekerja.
Perubahan karakter dari pemalas menjadi pekerja keras tentu tidak mudah, menuntut kedisiplinan yang tinggi. Untuk itu faktor-faktor motivasi, kontrol, target, tanggung jawab dan prestasi harus disertakan dalam berusaha. Upaya penerapannya dilakukan secara mandiri, tanpa bantuan dan instruksi dari siapapun. Itulah salah satu keunggulan dari para wirausawan, yakni berdisiplin untuk berprestasi dengan dorongan yang utama berasal dari diri sendiri.
Sedangkan Michael Maccoby dalam bukunya The Gamesman, menyebutkan bahwa salah satu keunggulan wirausahawan dibanding kelompok lainnya, ialah gemar perubahan dan peningkatan.
Karakter unggul dari wirausahawan sukses bisa diadopsi, yaitu melalui tahapan perubahan cara berpikir, perubahan sikap dan perubahan kebiasaan. Hal itu memerlukan proses belajar dan latihan yang terus-menerus. Untuk berhasil menjadi wirausahawan sukses diperlukan “jam terbang belajar” yang tinggi, dengan menggunakan “model belajar” kisah sukses tokoh-tokoh wirausahawan atau pengusaha terkemuka.
Saat ini kewirausahaan sudah dimasukan ke dalam kurikulum di perguruan tinggi dan SMA/SMK. Sehingga kelak berwirausaha akan menjadi pilihan utama, tidak seperti saat ini menjadi pegawai, bahkan PNS menjadi keinginan utama lulusan perguruan tinggi. Persoalannya, materi yang diajarkan sering terjebak pada teori dan teori, kurang dalam menerapkan praktek kewirausahaan. Padahal kewirausahaan itu praktek, hanya akan berhasil jika ditempuh melalui tindakan, aksi yang nyata. Sebagaimana ingin bisa berenang, yang terpenting ialah bukan mengkaji teorinya secara mendalam, tetapi segera “nyebur” ke kolam. Mau jadi wirausahawan ? Tidak ada pilihan lain, segera “nyebur” ke “kolam”, “lautan”, kalau perlu ke “samudera” kewirausahaan.

Filosofi Bisnis
Bisnis sebuah kata yang enak dan mudah diucapkan, juga termasuk kata yang sering diungkapkan oleh siapapun. Bisnis berawal dari kata dalam bahasa Inggris, business (baca 'biznis) yang padanan kata Bahasa Indonesia-nya pekerjaan; perdagangan; perusahaan; urusan dan perkara. Sementara kamus online http://www.merriam-webster.com/dictionary/business, setidaknya menyebutkan 10 pengertian business, antara lain : a usually commercial or mercantile activity engaged in as a means of livelihood ; personal concern. Sedangkan sinonim (synonyms) business ialah business, commerce, trade, industry, traffic.
Dalam konteks kekinian bisnis lebih melekat dalam kegiatan usaha dan urusan perdagangan atau kegiatan yang bersifat komersil. Sebagai contoh si A memiliki bisnis, setidaknya dia memiliki sejenis usaha yang akan memberikan keuntungan finansial. Terkait dalam konteks ini ialah istilah proyek, jual, beli, permintaan, penawaran, transaksi, deal, transfer, cash, kredit, dan sebagainya. Bisnis itu bisa berupa jasa atau barang. Bisa dalam jangka pendek atau panjang. Bisa halal dan legal, halal tidak legal, legal tidak halal, atau tidak halal dan tidak legal.
Tetapi dalam hal ini, bisnis bukan semata urusan keuntungan dalam bentuk finansial semata. Dalam bisnis ada prestise, kemanfaatan, kontribusi, amal, dan pahala. Kalau bisnis hanya mengejar keuntungan finansial semata, terlalu sederhana. Begitu naif. Nilai filosofi bisnis begitu luas, karena pengertian bisnia juga meliputi urusan dan perkara. Setiap hari kita memiliki banyak urusan, bisa dengan sesama manusia, begitu juga dengan Allah SWT, Tuhan yang menciptakan alam semesta, termasuk segenap manusia. Semua manusia berususan dengan penciptanya. Dengan kata lain bisnis juga terjadi antara manusia dan penciptanya. Allah SWT akan memberikan nilai tertentu bagi setiap langkah fisik, hati dan pikir yang dijalankan setiap manusia.
Dengan demikian, meskipun bisnis dalam pengertian sempit berarti usaha atau dagang, yang tujuannya mencari keuntungan. Maka keuntungan harus bersifat idealis, bukan komersialis semata. Kita berbisnis dengan Bismillah, dengan fokus mencarai ridlo dan pahala Allah SWT. Sedangkan keuntungan finansial sifatnya relatif, dan itu merupakan bagian dari rejeki yang telah disiapkanNya untuk kita jemput.

Bisnis Bukan Teori
Di sebuah kelas perkuliahan, seorang dosen dengan semangat mengungkap seleku-beluk dan abcd kewirausahaan. Kewirausahaan adalah ....., dan sebagainya, mengurai teori yang bersumber dari sebuah buku 10 bab, yang berisi seluk-beluk menjadi pengusaha atau pebisnis. Benarkah bisnis bisa di-teori-kan, sehingga muncul kajian-kajian Pengantar Bisnis, Manajemen Bisnis, dan sebagainya. Sebenarnya syah-syah saja, sebagaimana hal-hal yang bersifat keteknikan dibuat teorinya, misalnya Teori Hortikultuta atau Teori Telekomunikasi. Namun seringkali seseorang terjebak dalam rimba teori, keasyikan, sehingga lupa bahwa teori itu hanya sekedar wawasan atau "peta" sebagai panduan perjalanan lebih lanjut.

Mahasiswa terjebak dalam se-jibun teori, ach menyesakkan. Di kepala-nya ada setumpuk teori, puluhan jenis ilmu. Makin tinggi strata kuliah, S2, S3, maka teori pun makin banyak dijejalkan. Teori memang amat penting, terutama sebagai dokumen ilmu. Sulit dibayangkan jika teori atau ilmu tidak didokumenkan, maka akan terjadi kepunahan bidang-bidang tertentu. Jika tidak ada teori mesin atau otomotif, maka dunia prakteknya akan kehilangan generasi berikutnya, bisa stagnan karena tidak ada yang namanya pengembangan atau kajian.
Tetapi kalau hanya berkonsentrasi di teori, bangsa ini kapan majunya. Yang lebih dibutuhkan justru praktek atau aplikasi di lapangan. Bencana kelaparan tidak akan tuntas oleh Teori Kemiskinan, Seminar Kemelaratan atau se-abreg ilmu sosial lainnya. Kelaparan harus di atasi dengen pemenuhan kebutuhan pangan, bukan dengan teori Agronomi atau Agroindustri, tetapi dengan prakteknya.
Begitu pula dengan makin menumpuknya jumlah pengangguran, perlu di atasi secara taktis operasional, bukan dengan teori konseptual. Praktek, praktek dan praktek. Dalam hal ini, kita perlu mencontoh apa yang dilakukan Fakultas Kedokteran, di mana praktek menjadi dominasi. Karena dokter ya harus praktek, bukan sekedar ber-teori. Sebenarnya bidang kewirausahaan, bisnis atau apapun namanya, ya harus seperti. Mengutamakan praktek, praktek dan praktek. Karena bisnis memang bukan teori. 
 
Bisnis Bukan Sekedar Cari Uang
Bisnis memang bertujuan mencari untung, ada lebih dari modal yang kita tanam, ada ongkos lelah. Tetapi kalau sekedar untung yang dicari, cape dehhh ! Ya, akan menjadi cape, lelah yang luar biasa, jika hanya keuntungan yang dikejar. Ibarat bermain sepak bola, kalau hanya mengejar-ngejar terjadinya gol begitu melalahkan. Memang tujuan harus tercapai, tetapi yang tidak kalah pentingnya ialah prosesnya harus dinikmati. Bisnis adalah sebuah proses, ada tahapan yang harus dilalui. Bisnis adalah dinamika, terjadi dinamisasi situasi, ada perubahan dan pergerakan.

Sebagaimana sepak bola bisnis juga merupakan “permainan”, ada aturan main, ada trik, ada stretagi, ada peluang, ada hambatan, semuanya menjadikan pertandingan semakin dinamis. Masuk ke ranah bisnis, berarti siap bermain secara elegan dan sportif, siap menang dan kalah, siap untung dan rugi, bahkan siap bangkrut. Bisnis juga meripakan seni dengan beragam nilai dan kriteria. Bisnis yang sukses berarti mencapai untung yang optimal, sekaligus berhasil mengambangkan pribadi pelakunya. Bisnis adalah ajang pengembangan potensi diri, momen untuk membangkitkan beragam karakter positif yang dimiliki. Setiap orang pada dasarnya memiliki beberapa karakter unggul, ada yang muncul, ada yang terpendam, bahkan selamanya terpendam. Nah, dengan menekuni bisnis, maka beragam karakter positif itu akan terpancing, keluar dan terasah, sehingga mewarnai pribadi pelaku bisnis.
Bisnis adalah peluang dan tantangan, ancaman dan hambatan. Dinamika bisnis tergantung seberapa fokus dan konsen dari pelakunya. Kalau dijalani secara total, maka bisnis menjadi makin dinamis dengan kontribusi optimal untuk pelakunya. Bisnis juga merupakan pertarungan, pertarungan fisikal, mental, intelektual, spiritual, manajerial, sosial dan finansial. Kenyataannya proses bisnis melibatkan beragam aspek dalam kehidupan pelakunya.
Secara fisikal, bisnis memeras tenaga, dan memang harus dikerjakan dengan melibatkan organ tubuh. Secara mental, bisnis akan menghadirkan suasana kejiwaan tertentu, tergantung respon pelakunya, apakah menjadi “kenikmatan” tersendiri, atau sebaliknya menjadi “tekanan” atau “gangguan” tersendiri. Secara intelektual, bisnis memang perlu dipikirkan secara matang. Bisnis adalah olah pikiran, aktivitas intelektual untuk pencapaian nilai tertentu.
Bisnis juga merupakan proses spiritual, karena bisnis tidak identik dengan matematika, banyak ketidak-pastian. Pelaku bisnis dengan kondisi spiritual yang baik akan mudah mengendalikan bisnis dengan berbagai dinamikanya. Pelaku bisnis dengan kondisi spiritual yang kurang baik, menjadi mudah terguncang, stres dan depresi jika proses bisnis mengalami tekanan, hambatan dan ancaman. Bisnis juga merupapakn proses sosial.
Kesuksesan bisnis sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas jaringan sosial yang dimiliki. Terakhir, bisnis tentu saja merupakan proses finansial. Bagaimanapun harus ada nilai tambah atau untung dari proses bisnis.
Begitu menarik dunia bisnis, sehingga makin banyak orang yang tergiur dan terangsang untuk menekuninya. Ada yang sekedar coba-coba, ikut-ikutan, bahkan ada yang hanya jadi pengamat dan penonton. Bagi yang sudah memiliki jam terbang yang tinggi (di atas 10.000 jam) dalam menekuni bisnis, tentu saja ada kepuasan tersendiri. Ada semacam perasaan mantap, nyaman, jika sedang “terlarut” dalam proses bisnis. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi, maka rimba bisnis menjadi semakin menarik.

Studi Kasus
Dari Lampung Menuju Paris
Dalam hangar bingar  bisnis mode tanah air, Aan Ibrahim memang belum sejajar dengan Popy Darsono, Prayudi, Iwan Tirta atau Ramli. Semua nama yang menjadi ikon mode di Indonesia tersebut adalah senior dan guru Aan. Sebagaimana pengakuan Aan, yang ditemui penulis, bulan Agustus 2007 yang lalu di Bandar Lampung.
Nama Popy Darsono sangat penting dalam karir bidang desainernya. Tahun 1989, ketika Aan mulai menikmati dunia desainer, Popy mengajaknya untuk mengikuti fashion show di Hotel Sahid Jakarta. Saat itu, perasaan Aan galau campur minder. Bagaimana tidak, seorang desainer lokal yang mulai merangkak dan belum dikenal, harus langsung terjun di pagelaran tingkat nasional bersama desainer kondang yang menjadi member Asosiasi Perancang Mode Indonesia.
Ternyata momen tersebut menjadi titik balik bagi bisnis mode yang digeluti Aan. Sehabis pementasan, Aan diwawancarai wartawan mode ibukota. Ternyata ada ciri khas yang diusung dalam busana rancangan Aan, yaitu penggunaan kain tapis yang khas Lampung. Tidak itu saja, Pasar Sarinah yang merupakan BUMN di Jakarta langsung memberikan order 220 pakaian dengan tiga rancangan, yang harus diselesaikannya selama tiga bulan secara hand made.
Tentu saja Aan girang bukan kepalang, maka dicarilah teman-temannya yang sanggup meminjamkan modal. Di sini mental dan aktivitas bisnis Aan kembali mendapat ujian yang berat, dari 220 pakaian jadi yang disetor ke Sarinah yang berlokasi di Jalan Thamrin Jakarta itu, ternyata yang diterima hanya 40 potong. Sisanya dikembalikan dan harus diperbaiki, karena tidak memenuhi standar kualitas.
Sejak itu pula Aan menjadi sadar kualitas dan menjadi proses pembelajaran yang sangat berarti.  Untuk sementara Aan pun shock, tetapi tidak berlangsung lama. Aan tidak memperbaiki baju yang dikembalikan, tetapi membuatyang baru sesuai dengan standar kualitas yang ditentukan Sarinah. Adapun produk yang dikembalikan ia jual di Lampung, dan habis dalam enam bulan. Orang sini saat itu belum begitu sadar kualitas. Begitu ujar Aan. 
Sudah memasuki tahun ke18 Aan menerjuni bisnis mode, berbagai fashionshow sudah diikutinya, baik yang diselenggarakan di Lampung, Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia, bahkan sudah mencapai Singapura, Kuala Lumpur, Hongkong dan Tokyo. Namun Aan belum berhasil menginjakkan kakinya di Paris, sebagai kiblat mode dunia.
Kendala utamanya bayar peragawatinya mahal, sekitarRp. 65 juta per orang per pentas, jauh lebih mahal dari tarif peragawati nasional. Faktor lainnya, dukungan pemerintah masih kurang, beda dengan kebijakan pemerintah Jepang, yangbegitu progresif mendukung para desainernya untuk tampil di Paris, sehingga beragam rancangan dari Jepang bisa sejajar dengan karya orang Eropa. Itulah obsesi Aan, menembus Paris.

Kilas Balik
Aan Ibrahim adalah putera Lampung asli. Desainer yang tidak berpenampilan glamour itu lahir 12 Juni 1955 di Desa Pagar Dewa, Tulang Bawang, Lampung. Aan menyelesaikan pendidikan formal di Lampung dan meraih gelar sarjana dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA), yang sekarang berkembang menjadi Universitas Tulang Bawang, Bandar Lampung. Menyangkut soal pendidikan, Aan mengkritisi kualitas pendidikan tinggi, yang menurutnya masih rendah. Teori yang diajarkan perguruan tinggi sudah ketinggalan dan ketika lulus sarjana tidak siap pakai. Banyak sarjana baru yang melamar ke perusahaan Aan tetapi sebagian besar ditolaknya, karena ketika ditanya apa yang bisa diperbuat,justru malah kebingungan. Padahal pelamar tersebut sudah mematok gaji awal Rp.1,5 juta.
Menurut Aan, idealnya para sarjana ketika melamar pekerjaan ke sebuah perusahaan, memberikan pernyataan tertulis sanggup meningkatkan omset, meskipun hanya satu persen.
Aan yang sebelumnya berstatus PNS di Rumah Sakit Abdul Muluk, Bandar Lampung tersebut, mengundurkan diri tahun 1982 setelah berkarir sebagai perawat kurang lebih 15 tahun. Saya bisa memprediksi bahwa karir saya mentok, paling tinggi hanya manteri atau kepala Puskesmas. Jangkauannya terbatas, paling hanya mengobati sampai tingkat camat. Bupati jelas tidak terjangkau, karena mereka berobat ke dokter spesialis. Begitu kilah Aan, ketika ditanya mengenai   alasan pengunduran dirinya. Padahal semasa sekolah perawat menggunakan sistem eleminasi, yang prestasinya kurang langsung dropout. Di sekolah itupun menggunakan sistem ikatan dinas.
Sepanjang tahun 1982-1989, Aan menjalani kehidupan yang penuh ketidakpastian. Aan mengistilahkannya masuk dalam periode terseok-seok, bahkan mobil kesayangannya pun terjual. Aan mengevaluasi diri, ternyata bakatnya sejak kecil adalah menjadi desainer. Namun penerimaan keluarga dan masyarakat kurang menggemberikan. Menurutnya, saat itu 90 persen masyarakat Lampung masih mengkotak-kotakkan profesi. Masih beruntung, putera sulung pasangan Ismi dan Hodijah yang berprofesi pedagang tersebut, mendapat dukungan penuh sang istri, Rosidah, yang berpikiran moderat. Maka Aan pun resmi menggeluti dunia desainer, dengan modal awal satu mesin jahit.
Ketekunan dan obsesinya yang luar biasa, membuat usaha Aan tumbuh dan berkembang. Bahkan sebagian besar dari adiknya yang berjumlah 16 orang, dari tiga ibu, justru memilih profesi serupa. Di kemudian hari terbentuklah CV Aan Ibrahim and Brothers, dengan 14 outlet tersebar di beberapa kota di Indonesia. Tentu  saja usaha pria yang memiliki dua puteri, yaitu Dewi dan Mawar, diwarnai pasang surut, baik karena sebab internal atau eksternal.
Namun Aan tetap bertahan karena memang bisnisnya disiapkan tumbuh secara perlahan. Penampilan Aan yang sederhana, cukup dengan kemeja batik, dan galerinya di Tanjung Karang yang sederhana, menunjukkan hal itu. Menurut Aan, banyak desainer yang sempat top lantas menghilang bagaikan ditelan bumi, hal itu karena gaya hidup jor-joran, tidak tahan dipuja-puji masyarakat dan tidak bisa menahan jiwa konsumerisme.

Kiat Bisnis Aan
Produk Aan Ibrahim memang dikenal mahal, harga baju rancangannya mencapai jutaan rupiah. Secara tegas Aan memang membidik segmen pasar menengah ke atas. Menurut Aan, 20 persen masyarakat memang sudah melek kualitas dan merk, dan itulah sasaran pasar produknya.
Aan sebenarnya banyak memiliki anak buah yang sudah mandiri, jumlahnyasekitar 30 orang. Mereka dulunya bekerja di perusahaan Aan, tetapi mengundurkan diri secara baik-baik dan membuat usaha serupa. Bedanya, kalau harga yang ditawarkan Aan Rp. 1,5 juta, maka mantan anak buahnya itu hanya Rp. 400 ribu untuk produk yang sekelas. Jelas sasaran pasarnya akan berbeda, dan keunggulan bersaing Aan lebih pada brand image.
Untuk mewadahi mantan anak buahnya itu, Aan mendirikan koperasi yang secara bisnis sudah berjalan dengan baik, memiliki manajer yang digaji tetap, serta pernah mendapat bantuan pemerintah sebesar Rp. 350 juta. Itulah salahsatu prestasi  Aan, selain menumbuhkan usahanya sendiri, ia turut berupaya mengembangkan usaha teman-temannya. Tak heran jika Aan sering mendapat penghargaan sebagai pengusaha teladan, baik di tingkat lokal atau nasional. 
Aan pun berkiprah dalam berbagai organisasi seperti Asosiasi Perancang Mode Indonesi, Asosiasi Pertekstilan Indonesia dan Kadin.
Kiat bisnis Aan sederhana saja, bahkan secara terus terang ia mengatakan, tak ada kiat khusus. Yang jelas obsesinya ingin terus maju. Salah satu strategi yang dijalankannya memperlakukan pelanggan secara spesial, diberikan keramahan dan pelayanan terbaik. Selain itu ia selalu menambah koleksi dan melakukan inovasi.
Bagaimanapun desainer itu identik dengan memproduksi gagasan. Seringkali ia mengalami kebuntuan. Misalnya ada show dalam beberapa pekan mendatang, tetapi ide untuk materi pementasan tidak muncul. Kadang-kadang setelah marah-marah, baru ide itu muncul begitu saja, atau kadang-kadang setelah ia mondar-mandir ke sana ke mari, baru ada ide rancangan paling mutakhirnya.
Menurut Aan yang memiliki latar belakang sebagai penjahit, menjadi desainer tidak mutlak berawal dari menjahit. Tidak banyak penjahit yang berubah status menjadi desainer, karena tidak punya ide. Seseorang dikatakan disainer harus punya garis rancangan yang tegas, beda dengan yang lain, dan paling tidak harus mempekerjakan minimal 15 orang. Sebagai contoh, perancang busana senior Prayudi, jejaknya banyak diteruskan para asistennya, namun semuanya mengacu pada pakem atau konsep yang ditetapkanPrayudi.
Sebagai manajer CV Aan Ibrahim, sebenarnya ia seringkali melakukan kegiatan menjahit, merancang, bahkan promosi sendiri. Jelas sistem manajemennya masih terkesan tradisional. Sampai saat ini CV Aan Ibrahim belum memiliki manajer produksi, keuangan atau pemasaran, semuanya dikendalikan Aan.

Dibajak Setiap Hari
Sudah ribuan rancangan yang sudah dibuat Aan. Ia mengakui tidak memiliki dokumentasi, bahkan foto-foto rancangannya pun tidak lengkap. Padahal karya Aan Ibrahim menjadi barometer dunia fashion di Lampung. Setiap hari karya-karya Aan yang eklusif dibajak penjahit atau industri konveksi di Lampung, selanjutnya dijual dengan harga miring di toko-toko busana yang ada.
Bahkan Aan punyapengalaman menarik, yaitu ketika seorang istri pejabat memesan gaun super spesial yang dirancang dan dibuat secara khusus. Sang istri pejabat protes berat ketika diketahuinya ada ibu-ibu lain yang menggunakan busana serupa tapi beda warna, ia menuduh Aan telah menggandakan rancangan spesialnya. Tentu saja Aan tidak menerima tiuduhan itu, bagaimanapun ia memiliki kredibilitas tinggi. Maka Aan pun mengusutnya, hasilnya menunjukkan bahwa pembajakan karyanya itu dilakukan melalui foto istri pejabat tersebut, yang sedang berpose dengan penganten saat ia menghadiri undangan pernikahan. Dengan gamblang Aan pun memberi penjelasan, menurutnya istri pejabat tersebut seharusnya bangga, karena menjadi seperti Lady Day, yang ketika foto-fotonya muncul di media, maka busana yang dikenakannya langsung menjadi trend dan diproduksi di seluruh dunia. Akhirnya istri pejabat itupun hanya mesem-mesem.
Membajak suatu rancangan sangat mudah, tinggal melihat di foto. Namun bagaimanapun merk tetap menjadi jaminan kualitas dan gengsi. Perlahan tapi pasti busana dengan merk Aan Ibrahim, apalagi yang bersifat hand made, saat ini sudah memiliki pangsa pasar tersendiri. Sebagian konsumen Aan sudah memahami mana produk asli dan mana yang bajakan. Ada semacam kepuasan tersendiri dari konsumen terhadap rancangan spesifiknya, sehingga faktor harga menjadi sangat relatif.
Pengembangan Usaha
Sebagai pengusaha lokal, aktivitas bisnis Aan menghadapi beragam peluang dan tantangan. Selain menekuni bisnis busana, Aan pun sempat terjun di bisnis media, yaitu dengan menerbitkan tabloid busana, hiburan dan keluarga “Pesona”. Melalui media tersebut,  Aan berupaya mencetak wartawan yang profesional  da nanti KKN. Tetapi dalam perkembangannya, tabloid tersebut kandas ditengah jalan, terutama karena kelemahan SDM. Padahal modal yang telah dikucurkan Aan tak kurang dari Rp. 600 juta.
Menyangkut pembukaan outlet untuk galerinya pun, tahun 1995 Aan juga mengalami kegagalan dengan kerugian yang tidak sedikit. Saat itu, bersama teman-temannya Aan menyewa satu space di Cinere Mall. Ternyata kalkulasi bisnisnya keliru, karena saat itu mall tersebut masih sepi pengunjung.
Itulah dunia usaha yang penuh dinamika, dibutuhkan stamina, keuletan dan kesabaran untuk mensiasatinya. Aktivitas bisnis Aan terus bergulir, sedikitnya dua bulan sekali ia melakukan show sebagai ajang promosi. Menurut pengakuannya, sekali show minimal harus dikeluarkan biaya Rp. 200 juta. Bagai Aan, prinsip pengembangan usahanya mengalir saja, tidak ada trik-trik khusus. Ia lebih banyak belajar dari pengalaman dan tanggapan serta kepuasan para konsumennya. Aan memang berobsesi menembus Paris dan mengekspor busana rancangannya. Kendala klasik yang dihadapinya menyangkut tenaga kerja dan quality control, terutama apabila menghadapi order yang cukup besar. Berdasarkan pengalamannya ia pernah diklaim pengusaha di Singapura, karena semua bajunya berbulu, karena memang terbuat dari benang yang mudah terurai. Untuk menghadapi klaim tersebut, maka Aan pun mencari benang khusus, sesuai dengan permintaan konsumen di Singapura.
Kegiatan usaha Aan memang memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, bahkan untuk sulaman, secara home industry tersebar sampai ke wilayah Tenggamus dan Lampung Timur. Meskipun untuk para pengrajin tersebut upah yang diberikan masih di bawah UMR, tetapi para pengrajin masih antusias, karena kesehariannya sebagian besar adalah ibu-ibu rumah tangga yang memiliki banyak waktu luang. Sulit bagi Aan untuk menaikan upah pekerja tidak tetapnya itu, karena baju sulaman yang dikerjakan selama sebulan oleh tiga orang itu, berharga Rp. 1,6 juta. Kalau upah dinaikkan, maka harga jual bajunya pun harus meningkat, tentu saja menjadi sulit mencari konsumennya.
Di tengah iklim usaha yang kurang kondusif dan kebijakan pemerintah yang kurang menentu, Aan terus berkarya, bahkan menurut rencannya ia akan merambah bisnis loundry dan salon, sekaligus mengembangkan galeri pusatnya yang ada di Lampung. Harapan pengusaha yang menurut pengakuannya masih sedang mencari jati diri itu, semoga apresiasi masyarakat terhadap karya-karyanya makin meningkat.
*** Berdasarkan wawancara Penulis  dengan Aan Ibrahim, sekitar Agustus 2007 di Bandar Lampung.

Referensi :
Atep Afia Hidayat. 2011. Dari Lampung Menuju Paris – Kisah Sukses Pengusaha Aan Ibrahim.

Atep Afia Hidayat. 2011. Bisnis Bukan Teori. Dalam : http://www.pantonanews.com/229-bisnis-bukan-teori

Atep Afia Hidayat. 2011. Filosofi Bisnis.

Atep Afia Hidayat. 2011. Kewirausahaan Bisa Dipelajari. Dalam : http://www.pantonanews.com/160-kewirausahaan-bisa-dipelajari

Atep Afia Hidayat. 2011. Bisnis Bukan Sekedar Cari Uang. Dalam :

Douglas McGregor. 1966 .The Human Side of Enterprise. Reflections Vol 2 No.1.